Saya kerap berkata sebagai Bonek penggemar Persebaya yang tidak benci Arema.
Betapa tidak, kala kecil, saya terbiasa pulang kampung dari Krukah Timur, Surabaya, ke Gondanglegi, Malang Selatan. Jadi begitu hapal dengan perjalanan dari Kota hingga Kabupaten Malang. Demikian juga saat mengenal sepak bola sejak kecil. Galatama alias Liga Sepak Bola Utama. Sebelum kelak jadi Liga Indonesia, merger dengan Perserikatan alias bond daerah. Selain Niac Mitra dan Persebaya, Arema termasuk favorit. Terutama karena kreativitas suporternya. Saat itu.
Maka, ketika seorang sahabat, Yohanes Wijaya, dua bulan lalu pulkam ke Malang, saya nitip oleh-oleh jersey Arema. Saya pun memakainya, meski ini jersey versi latihan. Tanpa atribut sponsor. Di salah satu kesempatan mini soccer bersama teman kantor, saya gembira memakainya. Termasuk kala bikin tiga gol saat bermain bersama tim hybrid cowok dan cewek.
Arema sebenarnya tim yang membanggakan. Tapi, pascatragedi Kanjuruhan, mereka nampak ditinggalkan. Baik ditinggalkan fans maupun ditinggal prestasi. Sudah delapan laga Liga1 belum juga merasakan kemenangan.
Ah, mari bergembira saja di lapangan hijau. Sembari berdoa dan berusaha agar terus kuat lari dan mengecilkan perut.