Bertemu sahabat lama, sekaligus mentor saya berorganisasi. Semoga sukses dalam proses legislasi di pemilu tahun depan.
Nama panjangnya Sonny Sewanton Saragih. Pria asal Pematangsiantar ini kakak kelas saya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga. Bedanya, saya dari Program Studi Ilmu Komunikasi angkatan 1995, Bang Sonny dari Prodi Ilmu Politik 1992. Menikah dengan kawan sekelas saya, Erna Widi Septiharyanti. Kami bertiga ada di lingkar Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Surabaya.
Sebelum saya masuk GMKI, Sonny gigih meyakinkan untuk bergabung jadi bagian organisasi berlabel ‘Rumah Biru dari Tegalsari’ itu. Suatu malam di tahun 1996, dari sebuah telpon umum koin, saya mendengar ia memasukkan logam-logam uang seratus rupiah untuk berbicara panjang ke sambungan telepon rumah saya di kawasan Bratang, Surabaya. Saat itu, saya sedang getol-getolnya jadi aktivis pers kampus Majalah Retorika Unair.
Bang Sonny mempersuasi, atau memprovokasi, agar saya bergabung dengan GMKI. Sangat panjang ‘hasutan’nya. Tapi, buktinya saya mematuhi anjuran itu. Ikut Masa Perkenalan (Maper) GMKI Surabaya di sebuah sekolah teologia di Lawang, Kabupaten Malang. Sebelumnya, hampir sepuluh aktivitas kemahasiswaan saya ikuti. Dari radio kampus, majalah kampus, Perkantas, LPMI, Himaprodi, Persekutuan Doa Fisip, Unit Kerohanian Kristen, dan lain-lain. Bertambah lagi deh: GMKI.
Di GMKI Surabaya pula, Sonny memperkenalkan pada penerbitan internal. Majalah ‘Dedicatio’ namanya. Dicetak dalam bentuk fotokopian. Saya tak pernah lupa, usai majalah terbit, sebagai pemimpin umum majalah itu, ia membagikan honor kepada setiap anggota redaksi. Lima ribu rupiah setiap orang. Bukan jumlah yang besar untuk tahun 1996. Tapi, bukan angka terlalu kecil juga. Yang penting adalah apresiasinya.
Lalu, kami ada dalam kapal yang sama pada karir pertama saya sebagai wartawan profesional. Masih semester empat kuliah, bekerja di Majalah Tiang Api milik Badan Musyawarah Antar Gereja (Bamag) Jawa Timur. Kami sama-sama masuk kerja pada 1 Mei 1997. Gajinya Rp 300 ribu per bulan. Saya keluar lebih dulu dua tahun kemudian.
Sonny konsisten di jalur politik. Tahun ini kembali menjadi calon legislator untuk Pemilihan Umum 2024. “Ini kali keempat saya nyaleg. Tak pernah pindah partai: PDI Perjuangan,” katanya di malam berteman Nasi Goreng Pappa Jack, mie vegetarian dan sembilan biji tahu pong tepi jalan tol Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Pengalaman pertamanya nyaleg pada Pileg 2009 untuk DPRD Jawa Timur daerah pemilihan Bojonegoro-Tuban. Selanjutnya, ia maju untuk DPR RI pada Pemilu 2014, 2019 dan lagi untuk 2024 mendatang. Kalau yang tiga pemilu kemarin belum beruntung, kami berdoa Sonny bisa tembus Senayan kali ini. “Saya tak menyangka nama saya ada di daftar caleg daerah pemilihan Jawa Timur I melingkupi Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo,” ujar ayah tiga anak ini.
Idealisme adalah nama tengah Sonny Saragih. Lahir dari anak pejabat di Siantar, ia memilih merantau ke Jawa meninggalkan kemewahan yang bisa didapatnya. Umur 25 tahun, Sonny memutuskan tak lagi menerima transferan dari orangtuanya. Di Surabaya, ia merintis lembaga penerbitan dan pusat data kepustakaan lembaga gerejawi: Pustaka Lewi. “Kita sangat lemah dalam hal bank data,” ungkapnya berpuluh tahun lalu tentang visinya pada lembaga itu.
Dimulai dari kostnya di Kalidami, Rumah Susun Menanggal, pindah ke Rungkut Mapan, dan seterusnya. Anak-anak muda Kristiani ‘diasuh’ dan ‘digosok’nya. Pernah pula Sonny menjadi bapak bagi pace-pace Papua di Kota Pahlawan. Mereka diwadahinya klub sepak bola, karena Sonny yakin, talenta menonjol anak muda Papua salah satunya ada di lapangan bola.
Kini Sonny menjabat Ketua Kelompok Kerja Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK). Terpilih secara aklamasi untuk periode kedua 2023-2026 dalam Konferensi Nasional di Malang, Mei lalu. “Kami merindukan lahirnya kader-kader kristiani yang terus mewarnai Indonesia. Jadi garam dan terang, membawa suara nasionalisme untuk menjaga kebhinekaan dan kemajuan bangsa ini,” tegasnya.
Malam kian larut, kami mesti berpisah. Kopi-kopi espresso itu telah tandas dalam cawannya. Semoga pada pertarungan politik tahun depan semesta mendukungmu, Bang Sonny…