Gibran Lebih Dekat pada Sosok Prabowo, Justru Ganjarlah yang Lebih Mirip Jokowi

Dalam komunikasi, elemen pembawa pesan menjadi lebih penting daripada pesan yang disampaikan itu sendiri. Termasuk saat debat calon presiden dan calon wakil presiden, janji yang disampaikan capres dan cawapres tak bisa lepas dari rekam jejak sosok yang membawakan pesan itu.

Pernyataan itu disampaikan Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Chico Hakim, dalam diskusi media bertema ‘Buka-Bukaan Data Debat Prof Mahfud Tentang Hilirisasi dan Tambang’ di Media Center Tim Pemenangan
Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Cemara, Jakarta, 23 Januari 2024.

Dipandu Mirza Ahmad, Chico hadir bersama tiga narasumber lain yakni pakar komunikasi Emrus Sihombing, anggota Dewan Pakar TPN Sonny Keraf, dan Sekretaris Eksekutif TPN Heru Dewanto.

“Jadi saat Ganjar dan Mahfud bicara tentang kerakyatan, sangat tepat, karena mereka memang lahir dari keluarga miskin. Di masa sebelum usia kerja pun mereka bekerja keras menyambung hidup dan membantu keluarganya. Ini berbeda dengan Gibran yang sejak kecil lahir dari anak seorang pengusaha mebel kaya raya yang kemudian jadi pejabat,” papar Chico.

Chico menegaskan, figur Ganjar Pranowo sangat mirip dengan Joko Widodo. Pernah tinggal di tempat yang kemudian digusur, dan sama-sama berjuang keras dari bawah.

“Baik Ganjar dan Jokowi sama-sama bekerja keras ‘from zero to hero’, ‘from nobody to somebody’. Berbeda dengan Gibran, yang sejak lahir sudah disiapkan dengan ‘silver spoon’. Jadi, Gibran itu lebih dekat dengan sosok Prabowo. Dari sejarah kehidupannya tidak pernah susah,” kata Chico.

Pada dua kali debat cawapres, Chico menyoroti penampilan Gibran Rakabuming sebagai sosok yang minim secara substansi, namun menutupinya dengan gaya bicara dengan rasa percaya diri berlebihan.

“Kalau seseorang secara substansi kurang, mau difeeding sedemikian rupa dalam beberapa minggu tetap tak akan cukup. Orang bisa ekspert tak hanya karena dia pernah kuliah, tapi juga karena pengalaman, serta kemauan menjadi pembejar. Nah, Gibran ini selain bukan ‘scholar’, tanpa pengalaman, juga tak mau belajar,” ungkapnya.

Chico menyinggung terkait istilah ‘hilirisasi digital’ yang berkali-kali disampaikan Gibran. “Tujuh puluh persen yang dia sampaikan salah secara substansi. Tak hanya soal hilirisasi digital, tapi bagaimana dia menggunakan diksi-diksi berbahasa Inggris, hanya ingin menutupi kekosongan substansi, yang ironisnya ditambah dengan nihilnya etika dan adab,” papar Chico.

Selain melecehkan orang lain yang tak sesuai budaya timur, menurut Chico, lebih parah lagi Gibran melecehkan dirinya sendiri. “Dia tak menghormati dirinya sendiri. Gibran ini tak menghormati jabatan yang diembannya, sebagai wali kota dan sebagai calon wakil presiden Republik Indonesia. Gibran tidak memantaskan diri dalam jabatan itu,” jelasnya.

Chico menekankan, ajang debat capres-cawapres bukan ajang ‘jago-jagoan’, tapi sebagai ajang pemenuhan hak rakyat untuk mengetahui visi, misi, gagasan sosok seorang capres dan cawapres.

Salah satu contoh kekurangpahaman Gibran terkait substansi yang diomongkannya yakni saat menyinggung ‘green inflation’ dan demo rompi kuning di Prancis. Aksi rompi kuning merupakan gerakan populis akar rumput untuk keadilan ekonomi dilatarbelakangi oleh kenaikan pajak kendaraan bermotor berbahan bakar minyak.

“Lucunya, pekan lalu, Menko Marves Luhut Panjaitan akan menaikkan pajak kendaraan bermotor berbahan bakar minyak. Jadi, di debat kemarin justru Gibran jadi ikon perubahan, bukan ikon keberlanjutan. Yang jadi ikon keberlanjutan tetap Pak Mahfud, disertai penyempurnaan dan percepatan,” ungkapnya.

Hal ini berbanding terbalik dengan Mahfud yang ketika berbicara tentang masyarakat adat punya kompetensi tepat, karena saat menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud pernah membuat keputusan menerima gugatan masyarakat adat untuk mengoreksi definisi dalam UU Kehutanan yang menyatakan bahwa hutan adat merupakan hutan negara.

Akhirnya, Chico berpesan agar publik melihat bagaimana seseorang memantaskan diri pada jabatan masing-masing. “Pilihlah sosok yang punya integritas, membawa dirinya secara ‘presidensial’, dan peduli pada kebutuhan rakyat. Jangan sosok yang malah merendahkan posisi calon presiden dan calon wakil presiden,” pungkasnya.

Chico pun menyinggung pernyataan pengusaha Boy Thohir bahwa sepertiga penyumbang perekonomian di Indonesia berada di pihak paslon nomor 02. “Tidak masalah. Hal itu semakin mantap membuktikan bahwa Ganjar-Mahfud merupakan presiden dan wakil presiden yang bersama rakyat kecil, kelas pekerja, petani, nelayan, dan pelaku UMKM. Merekalah sesungguhnya penyumbang ekonomi terbesar di Indonesia,” pungkasnya. 

Leave a Reply

Your email address will not be published.