Peziarahan selanjutnya kami menuju ke Gua Maria Sriningsih. Lokasinya unik, ada di ’jepitan’ antara perbatasan Klaten dan Sleman. Bahkan paroki yang menaunginya pun juga membawahi umat di wilayah Kabupaten Bantul.
Tak mudah menuju Gua Maria Sriningsih. Jalannya berkelok-kelok dan sesekali naik tajam. Beruntunglah kita hidup di era gawai dengan bantuan GPS, Global Positioning System alias Google Maps. Berkendara dari Jalan Raya Solo-Klaten-Jogja, akhirnya kami sampai juga di gua nan hening ini.
Gua Maria Sendang Sriningsih ada di Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Tak jauh dari SMPN 3 Prambanan di sisinya. Tempat ziarah berupa mata air abadi dan Gua Maria ini seluas 28.248m2 berada di Desa Gayamharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, di Yogyakarta. Sendang Sriningsih berbatasan dengan beberapa wilayah di antaranya Kabupaten Klaten Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Gunung Kidul. Lokasinya di antara Bukit Ijo dan Mintorogo. Bisa dijangkau dengan kendaraan bermotor, berjalan ke selatan setelah sampai di pertigaan pertama setelah Candi Prambanan.
Riwayat Sendang Sriningsih dimulai pada 1934, ketika seorang Jesuit bernama D Hardjosuwondo SJ yang ditugaskan di Dusun Jali berkunjung ke sendang yang dulu masih bernama Sendang Duren. Terpesona oleh aura spiritualnya, ia kemudian membangun lokasi sekitar sendang itu menjadi tempat ziarah dan kemudian menamai ulang sendang menjadi Sendang Sriningsih, artinya perantara rahmat Tuhan pada umatnya.
Rute Jalan Salib dirancang berupa tangga-tangga yang menanjak ke atas, kurang lebih panjangnya 900 meter. Seperti di rute jalan salib umumnya, di sepanjang jalan itu terdapat relief-relief yang menceritakan perjalanan Yesus memanggul kayu salib. Selama mengikuti rute itu pula, anda juga bisa memanjatkan doa.
Jalan Salib diakhiri ketika sampai di pertigaan kecil, berbelok ke kanan dan menjumpai sebuah salib besar dengan patung Yesus terpaku di kayu salib. Lokasi tempat salib itu berdiri dinamai persis seperti nama bukit tempat Yesus disalibkan, yaitu bukit Golgota. Di sini kita bisa menyalakan lilin di bawah salib dan memanjatkan doa.
Gua yang secara geografis ada di wilayah Sleman, DIY ini masuk Paroki Santa Perawan Maria Diangkat ke Sorga di Dukuh Dalem, Desa Sawit, Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Sejuk, tenang. Kita bisa berdoa, menikmati suasana alam, dan menaruh ujub atau permohonan doa di sini.
Perayaan Ekaristi Tirakatan Malam Jumat Kliwon rutin diadakan dalam kalender jawa selapan sekali (35 hari). Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Rm. Andreas Krishna Gunawan, Pr. atau kerap disapa Rm. Mona dari Paroki St. Maria Assumpta Klaten.
Perayaan Ekaristi dilakukan di ruangan terbuka dengan berbagai macam pohon di area Gua Maria Sendang Sriningsih. Angin malam tidak terlalu kencang hanya mampu membuat akar pohon gantung bergerak pelan.
Dalam homili sebagaimana dikutip Katolikana, Romo Mona menyampaikan bahwa ada dukacita antara para murid karena kepergian Yesus Kristus. Yesus menggambarkan dukacita dengan gambaran seorang perempuan saat melahirkan anaknya.
“Ketika manusia dilahirkan di dunia untuk pertama kalinya, manusia akan menangis. Kondisi ini menggambarkan rahim ibu sebagai firdaus yang menyediakan segala hal untuk janin. Lalu kelahiran manusia menggambarkan karena adanya dosa asal, manusia harus keluar dari firdaus dan harus hidup di Bumi mencari makan sendiri,” ujar Romo Mona.
“Dengan adanya nubuat Yesus, Yesus akan menjadi kurban supaya manusia yang berdosa yang seharusnya mati, menemukan kehidupan,” tambah Romo Mona.
Analogi Korek Gas
Romo Mona kemudian memberikan perumpamaan manusia digambarkan dengan korek gas. Terdapat dua korek yang awalnya dapat menyala semua. Nyala korek adalah karya manusia yang melambangkan kehidupan positif seorang manusia.
Suatu saat salah satu korek tersebut terkena air yang merupakan simbol dari permasalahan. Air tersebut menghambat korek untuk dapat menyala.
Dalam permasalahan yang dilambangkan dengan air, korek tidak bisa menyala dengan sendirinya. Namun dengan bantuan api korek lain, korek basah ini dapat menyala karena gas yang keluar masih tetap ada.
Setelah dapat menyala, korek basah ini harus terus menyala (berkarya) untuk melawan air (permasalahan) yang akhirnya akan menguap terkena panas api dan korek tersebut kering dan dapat menyala seperti semula lagi.
Peran orang lain yang dilambangkan dengan korek lain menjadi penting untuk menyelamatkan sesama dalam permasalahan.
Dalam versi Tempo, Gua Maria ini juga masuk rekomendasi Romo Sindhu sebagai salah satu tempat peziarahan untuk berefleksi di sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pesan-pesan pentingnya menghayati kesunyian ada di sana.
”Berkat Tuhan melimpah, mengalir ke dalam hati yang hening dan rendah hati.”
“Allah berbicara dalam hening di hati kita”.