Kunker Reses, Komisi II Serap Aspirasi Perpanjangan Dana Otsus dan Pembentukan Panja Khusus Aceh

Komisi II DPR RI menyerap berbagai aspirasi saat melaksanakan kunjungan kerja reses terkait pengawasan Dana Transfer Pusat ke Daerah, Pengawasan Pelaksanaan dan Penyelenggaraan BUMD dan BLUD di Provinsi Aceh, Jumat, 25 Juli 2025.

Salah satu aspirasi mendasar yakni terkait usulan perpanjangan Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang akan berakhir pada 2027 mendatang.

Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh pasal 183 ayat 2, bahwa Dana Otonomi Khusus Aceh dialokasikan selama 20 tahun (2008-2027) sebesar 2 persen dari DAU Nasional (2008-2022) selama 15 tahun, dan 1 persen dari DAU Nasional (2023-2027) selama 5 tahun.

”Dana Otsus digunakan untuk membiayai Aceh pada pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, pendidikan, sosial, kesehatan, keistimewaan dan penguatan perdamaian Aceh,” kata Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah saat menerima kunjungan kerja reses Komisi II DPR RI di Kantor Gubernur Provinsi Aceh.

Fadhlullah menyatakan, penurunan Dana Otsus menjadi 1 persen berdampak pada fiskal daerah dan pelayanan publik seperti pelayanan dasar pendidikan, kesehatan, sosial ekonomi, dan dipastikan akan terjadi perlambatan ekonomi.

Menurutnya, Dana Otsus masih menjadi tulang punggung pembangunan di Aceh. Ia menyebut bahwa 77 persen belanja pemerintah Aceh bersumber dari dana transfer pusat, termasuk Dana Otsus. Aceh masih sangat membutuhkan fiskal melalui lanjutan Dana Otsus sebesar 2,5 persen dari DAU Nasional untuk percepatan pembangunan dalam pencapaian target indikator sosial makro.

“Dana Otsus telah banyak menggerakkan ekonomi Aceh, terutama sektor pelayanan dasar. Kami harap Komisi II bisa memperjuangkan perpanjangan, bahkan permanenisasi Dana Otsus Aceh,” kata anggota DPR RI dua periode (2014-2024 itu).

Pada kesempatan ini, Fadhlullah didampingi Plt. Sekda Provinsi Aceh M. Nasir, Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Niko Fahrizal, Kapolda Aceh Irjen Pol Achmad Kartiko, Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Yudi Triadi, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Zulfadhli, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh Reza Saputra, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Aceh Husnan, dan para kepala daerah dari 23 kabupaten/kota di Aceh.

Kunres Komisi II DPR RI dipimpin Dede Yusuf (Fraksi Partai Demokrat), dengan anggota tim Aria Bima, Deddy Sitorus, Bob Andika Sitepu (F-PDI Perjuangan), Heri Gunawan, Azis Subekti (F-Partai Gerindra), Mohammad Toha (F-PKB), dan Ahmad Heryawan (F-PKS).

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA) Reza Saputra dan akademisi hukum tata negara Universitas Syiah Kuala Husni Jalil menekankan dampak Aceh tanpa otonomi khusus.

”Tanpa Dana Otsus, secara sosial ekonomi Aceh akan mengalami perlambatan dalam berbagai aspek pembangunan, termasuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, Investasi, layanan dasar pendidikan, kesehatan, infrastruktur, tingkat pengangguran, penurunan angka kemiskinan, serta pelaksanan Keistimewaan Aceh,” ungkapnya.

Sementara itu, dari sisi belanja pemerintah, indikator Aceh yang ditetapkan dalam RPJPA dan RPJPN 2025-2045 sulit dicapai karena belanja pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten kota yang relatif besar di Aceh, yaitu di level rata-rata 25 persen berkontribusi pada PDRB.

”Pada aspek fiskal, penurunan belanja pemerintah sebesar 4,24 persen – 5,12 persen tidak dapat diimbangi oleh penerimaan PAD dan TKD lainnya di tingkat provinsi dan kabupaten/kota,” tambah Reza.

Menanggapi masukan perpanjangan dan penambahan Dana Otsus, dua Wakil Ketua Komisi II DPR RI dalam Kunres ini, Dede Yusuf dan Aria Bima, menyatakan dukungannya.

Dede Yusuf menegaskan bahwa Aceh tak boleh dianaktirikan. ”Kalau Papua bisa mendapatkan perhatian dan dukungan penuh dari pusat, maka Aceh juga pantas mendapat hal yang sama. Kami membuka diri untuk pembahasan lebih lanjut, termasuk membentuk Panja dan mempertimbangkan opsi Otsus permanen,” ujarnya.

Respon senada datang dari Aria Bima. “Otsus bukan sekadar diperpanjang, tetapi dipermanenkan. Ini bentuk penghargaan atas sejarah dan pengorbanan Aceh, serta komitmen nasional terhadap integrasi dan keadilan,” tegasnya.

Usulan membuat Panitia Kerja DPR RI untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di Aceh juga disampaikan Mohammad Toha.

Wakil Gubernur Fadhlullah menanggapi positif dukungan tersebut. Ia menyatakan bahwa Pemerintah Aceh siap menggelar Focus Group Discussion (FGD) lanjutan bersama Komisi II DPR RI dan kementerian terkait.

“Kami ingin memastikan suara Aceh bukan hanya didengar, tetapi juga diperjuangkan di tingkat nasional. Terima kasih atas komitmen tulus para anggota DPR RI,” ucapnya.

Dalam pertemuan ini, sejumlah kepala daerah juga menyampaikan aspirasi, termasuk isu minimnya keterwakilan putra-putri Aceh di lembaga pendidikan kedinasan seperti Akpol, TNI dan IPDN.

Bupati Gayo Lues juga menyoroti persoalan kawasan hutan, di mana lima desa masih terhambat status legalitas karena berada di wilayah kehutanan, meski telah ditempati selama puluhan tahun.

Selain itu, Fadhlullah turut menyoroti persoalan mahalnya harga tiket penerbangan dari dan ke Aceh. Ia meminta dukungan Komisi II agar pemerintah pusat memperhatikan isu ini.

“Di hari-hari besar, tiket ke Aceh dari Jakarta bisa mencapai Rp 12 juta. Padahal masyarakat Aceh punya andil besar dalam sejarah penerbangan nasional, dengan menggalang dana dalam bentuk emas 20 kilogram, untuk membeli dua unit pesawat C-47 Dakota sebagai cikal bakal Garuda,” pungkas Wagub Fadhlullah.

Leave a Reply

Your email address will not be published.