Kunjungan Kerja Spesifik Pengawasan Percepatan Sistem Digitalisasi di Lingkup Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, Komisi II DPR RI: Digitalisasi Pemda Harus Prioritaskan Pelayanan Publik

Komisi II DPR RI menegaskan pentingnya percepatan digitalisasi di pemerintah daerah, termasuk di Provinsi Sumatera Selatan untuk meningkatkan kualitas layanan publik.

Menurut Komisi II DPR RI, hal ini penting untuk mendukung visi birokrasi kelas dunia sebagaimana tercantum dalam Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional 2025–2045.

Penegasan itu disampaikan Ketua Tim Kunjungan Spesifik Komisi II DPR RI Pengawasan terkait Percepatan Sistem Digitalisasi di Lingkup Pemerintahan Daerah pada masa Persidangan I tahun Sidang 2025-2026 ke Provinsi Sumatera Selatan, Giri Ramanda N. Kiemas, di Palembang, Rabu, 17 September 2025.

Giri menjelaskan, kemajuan teknologi menuntut Aparatur Sipil Negara memiliki kompetensi digital yang lebih baik agar pelayanan publik bisa lebih efektif, efisien, dan transparan.

“Pemerintah dituntut beradaptasi dengan perubahan teknologi yang begitu pesat. ASN harus mampu menguasai kompetensi digital sebagai penyelenggara pemerintahan,” tegasnya.

Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI ke Kantor Pemprov Sumsel diterima langsung Gubernur Sumsel Herman Deru, Wakil Gubernur Sumsel Cik Ujang, forum komunikasi pimpinan daerah Sumsel, dan Kepala organisasi perangkat daerah di lingkungan kabupaten kota se-Sumatera Selatan. Juga hadir dalam kunjungan kerja ini Wali Kota Palembang Ratu Dewa.

Saat ini, penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) serta pembangunan Mal Pelayanan Publik (MPP) menjadi langkah nyata pemerintah dalam mendekatkan layanan kepada masyarakat. Hingga kini terdapat 234 MPP fisik dan 199 MPP digital.

“Komisi II DPR mendorong agar pembangunan MPP juga diprioritaskan di wilayah 3T, sehingga pelayanan publik bisa dirasakan secara adil dan merata,” jelas Giri.

Meski begitu, ia mengingatkan masih ada kendala serius seperti ketimpangan infrastruktur digital, keterbatasan SDM ASN di bidang teknologi, integrasi sistem OSS yang belum optimal, rendahnya literasi digital, hingga keamanan data.

“Kita juga harus waspada terhadap maraknya kasus kebocoran data dan kejahatan siber yang semakin sering terjadi,” ungkap Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.

Giri menambahkan, laporan Ombudsman RI 2024 menunjukkan pemerintah daerah, BPN, dan BUMN/BUMD masih menjadi instansi dengan pengaduan masyarakat terbanyak. “Komisi II ingin memastikan transformasi digital di daerah, termasuk di Sumatra Selatan, berjalan optimal demi mewujudkan birokrasi yang adaptif, terbuka, dan melayani seluruh lapisan masyarakat,” urainya.

Bentuk Helpdesk Digitalisasi untuk Pemda

Giri juga mengungkapkan sejumlah kendala yang dihadapi pemerintah daerah dalam penerapan digitalisasi, terutama terkait perizinan. Menurutnya, persoalan yang muncul antara lain tumpang tindih kewenangan, keterbatasan jaringan internet, serta infrastruktur yang belum memadai. Selain itu, banyak daerah juga mengeluhkan perubahan regulasi yang terlalu sering.

“Mereka mengeluhkan banyaknya peraturan pemerintah yang berubah-ubah. Ini harus segera disikapi agar jangan terus berubah-ubah,” tegas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Menanggapi persoalan tersebut, Giri menyampaikan bahwa Komisi II berharap Kementerian Dalam Negeri dapat membentuk helpdesk khusus untuk mendampingi pemerintah daerah.

“Kita berharap Kementerian Dalam Negeri sebagai yang membawahi pemerintah daerah di seluruh Indonesia mempunyai helpdesk yang akan membantu permasalahan daerah dan akan berkoordinasi lintas kementerian agar masalah-masalah bisa cepat diselesaikan,” jelasnya.

Menurut Giri, mekanisme ini akan mempermudah penyampaian kendala dari daerah agar dapat segera ditindaklanjuti oleh instansi terkait. “Sehingga daerah menyampaikan masalah lewat Kementerian Dalam Negeri, lalu Kemendagri membantu berkoordinasi dengan lintas instansi. Ini adalah harapan kita ke depan,” pungkasnya.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi II DPR RI Fauzan Khalid menekankan pentingnya koordinasi yang kuat antarinstansi dalam upaya percepatan digitalisasi pelayanan publik. Fauzan menilai persoalan utama dalam pelayanan publik masih berkaitan dengan tumpang tindih kewenangan yang kerap merugikan masyarakat.

“Jadi ini PR, PR kita sebagai bangsa untuk meningkatkan koordinasi antarinstansi supaya tidak tumpang tindih dan ujungnya kemudian seringkali mengorbankan masyarakat,” ujarnya.

Fauzan mengakui bahwa sejak 2025 terjadi penurunan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) yang menjadi salah satu sumber keluhan pemerintah daerah. Meski demikian, ia menekankan agar pelayanan kepada masyarakat tidak boleh terganggu oleh kondisi tersebut.

Fauzan menegaskan bahwa percepatan sistem digitalisasi di lingkup pemerintah daerah harus tetap menjadikan pelayanan publik sebagai prioritas utama, meski dihadapkan pada tantangan keterbatasan anggaran.

“Ini kan mulai dari 2025 ya, ada penurunan TKD. Di 2026 memang belum diputuskan. Tetapi apapun itu, baik TKD tetap maupun bertambah, yang tidak boleh berkurang itu adalah pelayanan publik. Jadi mau uangnya sedikit, mau uangnya banyak, pelayanan ke masyarakat harus menjadi prioritas utama,” kata Fauzan.

Ia menambahkan, pemerintah daerah di Sumsel menyampaikan keluhan soal penurunan TKD yang berdampak pada semangat aparatur sipil negara (ASN) di daerah. Namun, Fauzan mengingatkan bahwa tugas utama ASN adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat.

“Sekali lagi tugas fungsi utama dari aparatur sipil negara adalah memberikan pelayanan masyarakat. Karena itu pelayanan itu tidak boleh terpengaruh oleh apapun,” tegasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.