Komisi II DPR RI menyoroti turunnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Pertanahan pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Daerah Istimewa Yogyajarta.
Namun, meski PNBP Sektor Pertanahan di DIY turun, Komisi II DPR RI menekankan agar sektor pendidikan dan kesehatan jangan jadi tempat untuk meningkatkan pendapatan.
”Sebagai daerah istimewa, memang ada hal-hal istimewa yang perlu dibicarakan. Bagaimana membangun komunikasi dan memahami kultur kerajaan di DIY. Kalau dulu Sultan Hamengkubuwono IX terkenal dengan memoar ’Tahta untuk Rakyat’, mungkin sekarang kita bisa implementasikan ’Tanah untuk Rakyat’,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI sekaligus Ketua Tim Kunjungan Kerja Reses ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Aria Bima, dalam Pengawasan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Pertanahan, di Sekolah Tinggi Pertanahan (STPN) kawasan Banyuraden, Gamping, Sleman.

Dua Wakil Ketua Komisi II DPR RI hadir dalam kunjungan kerja reses ke STPN Yogyakarta, yakni Aria Bima (Fraksi PDI Perjuangan) dan Zulfikar Arse Sadikin (Fraksi Partai Golkar), bersama anggota Komisi II DPR lain yakni Bob Andika Sitepu, Romy Soekarno (F-PDI Perjuangan), Ahmad Doli Kurnia, Ahmad Irawan, Andar Amin Harahap, Taufan Pawe (F-Partai Golkar), Ahmad Wazir Noviadi. Longki Djanggola, (F-Partai Gerindra), Fauzan Khalid, Cindy Monica Setiawan (F-Partai Nasdem), Edi Oloan Pasaribu, Wahyudin Noor Aly (F-PAN) Eka Widodo, Mohammad Toha (F-PKB), Aus Hidayat dan Jazuli Juwaini (F-PKS).
Tim Kunres Komisi II DPR RI diterima Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi DIY Sepyo Achanto, dan Staf Ahli Bidang Teknologi Informasi Kementerian ATR/BPN Dwi Budi Martono.

Komisi II DPR RI menegaskan bahwa kebijakan dan tata kelola penerimaan negara, termasuk PNBP dari sektor pertanahan, harus dijalankan secara efisien, transparan, dan berorientasi pada pelayanan publik yang adil.
”PNBP bukan sekadar angka-angka dalam laporan keuangan negara, tetapi soal marwah negara, bagaimana negara hadir dalam mengelola tanah secara adil, terbuka, dan berorientasi pada pelayanan,” kata Aria Bima.

Pada kesempatan ini, Sepyo Achanto menjelaskan tiga hal besar yang menjadi hambatan, kendala, dan masalah bagi Kanwil BPN DIY dalam meningkatkan PNBP Sektor Pertanahan.
Pertama, pelaksanaan alih media dalam mendukung pelayanan secara elektronik saat ini baru mencapai 49,68 persen.
”Dalam hal ini, Kanwil BPN DIY punya strategi memberdayakan pejabat fungsional madya sebagai pendamping masing-masing Kepala Kantor Pertanahan dalam menyelesaikan alih media untuk mempercepat transformasi pelayanan elektronik,” ungkapnya.

Kedua, perlu peningkatan kualitas layanan pertanahan.
Untuk itu, ada empat strategi dari Kanwil BPN DIY, yakni Kantah ekspose capaian kinerja setiap awal bulan, meningkatkan pembinaan dan pengawasan PPAT, berkomitmen dalam mendorong WBBM (Wilayah Birokrasi Bersih Melayani) dan WBK (Wilayah Bebas dari Korupsi) di seluruh kantah, serta melakukan sosialisasi kepada seluruh stakeholder.
Ketiga, percepatan pensertipikatan atas tanah yang belum terdaftar sebesar 8,3 persen.

“Strateginya, Kanwil BPN DIY menyelesaikan melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang diharapkan menjadi pengungkit penerimaan PNBP melalui peningkatan layanan pertanahan,” kata Sepyo.
Pada kesempatan ini, Sepyo juga menjelaskan langkah penyelesaian kasus viral Mbah Tupon, warga Bantul yang menjadi korban dugaan mafia tanah. Korban yang tidak bisa membaca dan buta aksara ini ditipu untuk mengubah sertifikat tanah miliknya dan digunakan oleh pelaku untuk mendapatkan kredit bank. Akibatnya, Mbah Tupon terancam kehilangan tanah dan rumahnya. Polisi telah menetapkan beberapa tersangka dalam kasus ini dan kasusnya ditangani oleh pihak kejaksaan.
“Tindakan Kementerian ATR/BPN terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yakni melakukan pemblokiran atas objek kasus yakni Hak Milik Nomor 24451/Bangunjiwo. Selain itu, proses pemeriksaan pengenaan sanksi PPAT di Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul untuk dilakukan pemberhentian tidak dengan hormat,” jelanya.
