Promises: Maria, Iman yang Penuh Penyerahan Diri

Dari Promises Pendeta Didik Rochadi pekan ini, kita belajar bahwa seorang sederhana bisa dipakai Tuhan.

Maria menjadi orang biasa yang dipakai Tuhan sebagaimana dalam sejarah keselamatan Allah memakai orang-orang tak terduga, sebagaimana Abraham, Musa, Daud, dan Rahab.

Iman dan penyerahan diri Maria menjadi pembeda. Ia tak sekadar percaya, tapi berserah total pada Allah. Maria menjadi teladan luar biasa bagaimana imannya bersedia menyerahkan seluruh hidupnya pada kehendak Tuhan. Beberapa pelajaran dari kisah Maria:

Pertama,

Panggilan Allah melampaui keterbatasan manusia bukan karena status sosialnya tapi karena hati tulus dan imannya. Allah sering berkarya melalui orang kecil yang diabaikan dunia.

Kedua,

Rencana Allah yang mustahil bagi manusia selalu melampaui pikiran manusia.

Tiga,

Penyerahan diri Maria yang dengan jujur bertanya, bagaimana hal itu terjadi. Ia merespon, ”Jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Penyerahan diri adalah wujud iman sejati dengan percaya dan taat, meski tak mengerti sepenuhnya.

Keempat,

Risiko-risiko yang dihadapi iman Maria. Ia bersiap menghadapi aib, cemoohan dan penolakan keluarga besarnya.

Kelima,

Adakah jalan keluar dari berbagai risiko ini?

Ketika saudara dan saya percaya pada Tuhan, Tuhan seringkali menyelesaikan masalah kita dengan caraNya yang melampaui penalaran kita.

Keenam, Aplikasinya, belajar dari kerendahan hati Maria.

Allah mencari hati yang sederhana, bukan kebesaran dunia. Dalam situasi yang nampak mustahil, Allah tetap dapat bekerja. Mari serahkan diri sepenuhnya, seperti Maria, berkata, ”Aku ini hamba Tuhan, Jadilah padaku menurut perkataanMu.”

Sebagaimana kita belajar dari sosok George Muller, yang menjadi misionaris serta melayani 10 ribu anak yatim piatu di Ashley Down. Hidupnya sangat penuh iman.

Suatu pagi, Muller terbangun mendengar kabar bahwa panti asuhan yang menampung 400 anak kehabisan makanan. Muller memerintahkan pengasuh untuk mendudukkan semua anak di ruang makan. Ia mengucap syukur kepada Tuhan atas makanan tersebut, dan mereka menunggu Tuhan untuk menyediakan, seperti yang selalu Dia lakukan. Beberapa menit kemudian, seorang tukang roti mengetuk pintu.

“Tuan Muller,” akunya, “semalam saya tidak bisa tidur. Entah bagaimana, saya tahu Anda akan membutuhkan roti pagi ini. Saya bangun dan memanggang tiga adonan untuk Anda. Saya akan membawanya.”

Ketukan berikutnya menampakkan seorang tukang susu yang gerobaknya mogok di depan panti asuhan. ”Susu akan basi sebelum gerobaknya diperbaiki. Jadi apakah anak-anak mau susu gratis?” jelas tukang susu itu.  

Pagi itu, ratusan piring kosong terisi oleh kuasa Allah, bukan manusia. Tugas saya adalah percaya, Tugas Tuhan menyediakan. Itu prinsip Muller dengan kerendahan hatinya yang penuh percaya.

Hal-hal itu terus berulang. Rekening hampir kosong, tapi semua kebutuhan terpenuhi. Hanya dengan iman dan doa. Mengagumkan sekali Tuhan kita Yesus Kristus.

Ada beberapa hal bisa kita lakukan dari pelajaran ini.

Satu, miliki iman dan penyerahan diri kepada Tuhan.

Dua, taat panggilan yang Tuhan amanatkan.

Tiga, siap menghadapi risiko.

Tuhan pasti menyediakan jalan keluar ketika kita taat.

Leave a Reply

Your email address will not be published.