Di dekat pintu keluar tol Joglo, Jakarta Barat, berjajar penjual buah. Satu jadi langganan untuk transit sejenak setelah perjalanan belasan kilometer dari Jakarta.
Dua bersaudara itu namanya Oni dan Lani. Syahroni dan Roslani. Mereka berasal dari kawasan pegunungan Kabupaten Cirebon. Datang mengontrak rumah petak di Joglo senilai Rp 1,2 juta per bulan.
“Sejak usia belasan, saya sudah ikut kakak-kakak dari Cirebon berjualan makanan. Banyak orang Cirebon jual makanan atau minuman seperti aneka es di Jabodetabek ini,” kata Oni. Dia sudah punya anak laki-laki yang ditinggalnya bersama sang isteri di Cirebon.
Saat ini, mereka berjualan dua buah: belimbing dan rambutan. Belimbing berasal dari Depok, sesuai logo kota penyanggah di selatan Jakarta. Dijual Rp 40 ribu sekilo, bisa berisi 8 atau 9 biji.
Awalnya saya menolak mencoba belimbing besar itu. Karena terstigma kecut.
“Nggak, Mas. Ini manis, coba deh,” kata Oni.
Benar, saya minta belimbing itu diiris jadi dua, dan ternyata enak sekali.
“Yang beli kebanyakan orang-orang keturunan Tionghoa, karena belimbing dianggap bisa menurunkan atau mengobati darah tinggi,” kisah Oni.
Saya datang ke situ lebih untuk rambutan. Salah satu buah kesukaan saya, selain pisang, manggis, dan mangga.
Dan, semalam bukan kali pertama saya ”stop by” untuk menikmati rambutannya. Dimakan di tempat.
Kadang saya tak mau diberi banyak. Cukup seikat, sekadar pengen. Tapi, kadang juga bisa nambah lagi.
Rambutan itu datang dari Bekasi. Biasanya malam hari, dibawa dulu ke rumah kontrakannya. Tapi, kadang juga dibongkar muat langsung dari mobil pick-up ke gerobak jualannya.
“Paling ramai memang kalau Januari. Itu musim-musimnya rambutan. Binjai, Aceh, apalagi kalau Parakan,” urainya.
Meski namanya Aceh, atau Binjai, namun rambutan-rambutan itu bukan berasal dari Sumatera, tapi dari Bekasi. Sementara Rambutan Parakan, yang dianggap lebih oke, bukan dari sebuah kecamatan di Temanggung, Jawa Tengah, tapi berasal dari Tangerang, Banten.

Sekali datang, rambutan itu datang dijual sekitar Rp 28 ribu berisi dua ikat. Ia menjualnya Rp 35 ribu ke konsumen. Nggak banyak dong untungnya, cuma Rp 7 ribuan sekali paketnya?
“Ya, begitulah, Mas,” kata Oni. Sesekali adiknya datang saat saya minta air untuk mencuci tangan. Air itu biasa juga dipakai untuk membasahi rambutan agar terlihat segar menarik perhatian konsumen. Air dalam botol aqua 600 mililiter, dengan tutup yang dilobangi kecil-kecil agar keluar bak pancuran.
Merekalah orang-orang kecil pejuang kehidupan. ..