Sebuah Pesan Ponsel yang Menggerakkan Para Adik

Buku kesepuluh Tere Liye yang saya baca. Menekankan kuatnya persaudaraan dan pengorbanan kakak sulung untuk empat adiknya.

Fiksi Tere Liye setebal 344 halaman ini berjudul ’Dia Adalah Kakakku’. Mengisahkan seorang keluarga yatim, tanpa ayah yang diterkam harimau saat anak-anak masih kecil, dengan ibu tunggal dan kakak perempuan sebagai ’super women’.

Namanya fiksi, jangan coba dicari di mana latarnya. Ditulis di Pegunungan Kendeng. Tapi, kalau dipikir sebagai pegunungan kendeng yang di Pulau Jawa bagian utara, mengapa juga menyebut Jakarta atau kampus besar seolah berada di luar pulau. Penggalan kisahnya menganggap lokasi cerita ada di Sumatra, seperti beberapa buku Tere lain. Namun, unik juga kalau membaca tanaman strawberry tumbuh dan ditanam di Sumatra. Layaknya strawberry berkembang di Ciwidey, Bandung.

Ah, sudahlah, soal latar. Kembali ke substansi. Bagaimana kakak Lais, pada akhir cerita diketahui bukan sebagai kakak kandung, membersamai ibu membesarkan Dalimunte, Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta. Mereka jadi orang sukses. Dalimunte jadi profesor fisika, Wibisana dan Ikanuri jadi pemilik bengkel mobil, sementara Yashinta tumbuh jadi ahli biologi dan pencinta lingkungan yang mendapat proyek penelitian besar sebagai ahli konservasi.

Mereka punya nomor telpon khusus untuk keperluan keluarga. Di luar ponsel urusan bisnis. Dan, terjadilah, saat Laisa sedang kritis akibat kanker paru-paru stadium akhir yang selama ini disembunyikan riwayatnya. Selama sepuluh tahun.

Seperti fiksi Tere Liye yang lain, plot yang ditampilkan naik turun. Maju mundur. Dari keadaan sekarang, ke masa sekian tahun lalu. Setiap adik itu punya ’utang masa lalu’ diselamatkan oleh kakaknya. Dalam konteks berbeda-beda.

Dalimunte kala dibantu berdebat di kampung terkait proyek membuat kincir air untuk jadi irigasi yang menyejahterakan warga.

Ika-Wibi saat diselamatkan dari santapan harimau Sang Siluman, penguasa Gunung Kendeng yang juga menewaskan Babak alias bapak mereka.

Dan Yashinta atas kenangan melihat berang-berang, waktu sakit parah hingga kejang-kejang serta kala sekarat terjatuh dari jembatan yang kemudian kepalanya membentur batu.

Maka, sekali kirim pesan dari Sang Mamak Lainuri pun memaksa mereka pulang di manapun.

”Pulanglah. Sakit kakak kalian semakin parah. Dokter bilang mungkin minggu depan, mungkin besok pagi, boleh jadi pula nanti malam. Benar-benar tidak ada waktu lagi. Anak-anakku, sebelum semuanya terlambat, pulanglah!

Pulanglah, anak-anakku! Untuk pertama dan sekaligus untuk terakhir kalinya, kakak kalian membutuhkan kalian.”

Profesor Dali yang tengah berbicara di seminar. Ika-Wibi yang baru mendarat di Bandara Roma. Yashinta yang tengah mengobservasi peregrine falcon atau Alap-Alap Kawah di Gunung Semeru. Semua langsung pulang.

Cerita ’Dia Adalah Kakakku’ ini menggambarkan bagaimana ikatan dalam sebuah keluarga. Sekuat apapun konflik, ikatan darah dan cerita masa lalu yang begitu membekas, menjadi penopang kebersamaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.