Bicara krisis komunikasi selalu menarik. Selalu ada kasus terkini bisa jadi diskusi dan lesson learn.
Kelas Etika Komunikasi Korporasi mengambil tema ’Crisis Communication Handling’. Sebenarnya ini bukan tema khusus, karena hampir setiap pertemuan selalu membicarakan contoh-contoh kasus krisis komunikasi terkini.
Mulai krisis komunikasi peluncuran jersey PSSI, iklan yang melibatkan pemain timnas, perang antar raksasa air mineral, bahan bakar minyak oplosan, pernyataan kontroversial lembaga komunikasi kepresidenan, sampai dosen dan dokter yang melakukan pelecehan seksual.
Bedanya, kali ini dibumbui sedikit teori tentang krisis komunikasi. Dimulai dengan memutar video pembelajaran tentang krisis komunikasi dari bahan-bahan internasional, hingga pembelajaran yang saya dapat dari kursus online tentang apa dan bagaimana siklus atau fase krisis komunikasi.
Siklus Krisis Komunikasi
Berdasar pelatihan daring, di Udemy, jadi tahu siklus krisis komunikasi.
Siklus Krisis:
Point 1: Calm
Point 2: Trigger
Perlu Early Warning Signals:
- Karyawan mengeluh di medsos
- Teguran dari pemerintah
Point 3: Agitation (Kecemasan)
- Stakeholders terlibat awalnya pemerintah, kini business partners ikut terlibat karena perusahaan dianggap tak memenuhi janji. Konsumen juga terlibat.
Point 4: Acsseleration
- Perusahaan susah mengontrol, krisis segera mencapai puncaknya.
Point 5: Puncak krisis (Peak)
- Disebut puncak krisis jika segala sesuatu menjadi kompleks dan rumit sehingga sulit ditangani. Krisis melibatkan makin banyak pemangku kepentingan. Terutama media, mengeluarkan berita-berita negatif. Pemerintah yang awalnya tak mau menyampaikan informasi kepada publik, malah menyampaikan krisis ini kepada media dan jelas tidak menguntungkan perusahaan.
Proses 1-5 bisa panjang, bisa pendek waktunya.
Point 6: Deescalation (die down, penurunan krisis)
- Stakeholder terkait krisis mulai berkurang
- Media awalnya negatif, mulai memberitakan secara netral atau bahkan positif
- Pemeritah awalnya memberitakan negatif, mulai menunjukkan dukungannya pada perusahaan.
Point 7: Recovery, resolusi atau penyelesaian krisis itu sendiri, perbaikan
Banyak krisis terjadi berupa kurva berulang-ulang. Meski sudah selesai, dia bisa muncul berulang-ulang dalam waktu tak terlalu jauh dari krisis pertama.
Yang paling penting dalam siklus krisis, adalah bukan hanya saat penyelesaian krisisnya, tapi juga saat recovery, karena saat krisis yang diserang adalah reputasi perusahaan. Bagaimana perusahaan membangun reputasi yang rusak setelah “diserang” saat krisis menjadi krusial. Di sinilah perusahaan harus membangun langkah-langkah strategis dalam membangun reputasinya.
Misalnya pada kasus pencemaran Fast-Moving Consumer Goods (FMCG), bagaimana membangun kembali reputasi, seperti mengganti kemasan, atau melakukan marketing campaign mengalihkan pikiran masyarakat dari produk sebelumnya ke produk baru sebagai bentuk “reputation building”.
Terkait contoh sukses penanganan krisis komunikasi, selalu suka mengambil contoh problem solving kasus jatuhnya pesawat Air Asia yang terbang dari Surabaya ke Singapura akhir 2015.
Sikap konkret CEO Air Asia Tony Fernandes yang langsung terbang ke Surabaya membersamai keluarga korban patut diapresiasi. Selain itu, Tony mengirim email secara personal kepada mereka yang pernah menjadi penumpang Air Asia dengan ditandatangani langsung olehnya. Sangat empatik.
Mari terus belajar penanganan krisis komunikasi!
