Menikmati Andang Bachtiar dan Penyelaras

Bertemu sahabat lama dari Malang, Charles Djalu, dalam pementasan grup musik keren: ’Andang Bachtiar dan Penyelaras’. Di tengah Konser Sedimentologi Cinta Universitas Pertamina.

Semua memang jalan dan waktu Tuhan. Sekian belas tahun tak jumpa, terhubungkan dengan Djalu dengan cara tak terduga.

Saat Kamis Putih, ingin mengunggah post di Instagram, bingung mencari musik latar nan tepat. Hingga kemudian menemukan lagu ‘Kamis Putih’ dengan keterangan artis: Charles Djalu.

Wow.. is this the same person? Kawan baik seperguruan di Majalah Duta Sinode GKJW di Malang, arahan kang Trianom Suryandharu.

Ternyata benar. Itu lagu ciptaannya. Liriknya sungguh dalam.

“Merembah air mata di Getsemani,

nelangsa hati Kalvari kan dihadapi,

ampunilah kami, ampunkan kesalahan kami

darah dan tubuhMu tebus dosa kami

Kau putihkan, kau pulihkan

Kau murnikan cela hina kami…”

Dari situ, kami berkomunikasi. Olala, ternyata ia sedang dalam perjalanan bus malam ke Jakarta. Bersama band yang sudah ditekuninya empat tahun terakhir, ’Andang Bachtiar dan Penyelaras’.

“Kami akan tampil di Gedung Antara Heritage Pasar Baru dan Universitas Pertamina,” ungkapnya di malam itu.

Kami pun bersua di Konser Sedimentologi Cinta Universitas Pertamina, Simprug. Djalu bercerita, dalam perjalanan ’ngamen’ di Eropa enam tahun silam, di Paris ia bertemu Andang. Seorang ahli geolog, eks Ketua Tim Eksplorasi Kementerian ESDM, serta mantan anggota Dewan Energi Nasional (DEN), yang mundur karena merasa ’kontribusinya kurang’.

”Saya merasa lebih pas memberi kritik sosial lewat seni seperti ini,” kata Andang, di sela pentas kemarin.

Sebuah lagu diciptakannya saat melihat sahabat baiknya, Menteri Energi saat itu Sudirman Said, berhadapan dengan kasus ’Papa Minta Saham’ di Parlemen. Yang tak lama kemudian membuat Sudirman tersingkir. Judulnya ’Berjalan ke Hulu’.

”Kalau melawan arus
Kuatkan tenaga lebih dari sekedar menghanyut biasa
Karena kau sudah memilih
Untuk jadi orang istimewa, istimewa…

Kalau sampai di hulu, tolong bersihkan mata airku
Kalau sampai di hulu, tolong bersihkan mata airku…”

Juga tentang bagaimana pelajaran dari alam, tepatnya batu dan air. ”Saya menulis usai perjalanan ke Bromo,” kisahnya.

“Sudahkah kau belajar
Tentang diam dari batu
Menyimpan cerita
‘Tuk dibaca yang berguru

Sudahkah kau belajar
Tentang sabar dari air
Tak henti mengalir
Mengikis riya mengendapkan nafsu
Mengikis riya mengendapkan nafsu…”

Andang tampil bersama isteri tercintanya, Retno Pamedarsih, dan personel ‘Andang Bahctiar dan Penyelaras’ lain -musisi-musisi dari Malang Charles Djalu, Endri Wejoe, Wahyu Kurnia dan Kris Nadiza. Mereka baru berduka karena keyboardist Andhika R. N berpulang dua bulan lalu.

Mereka pun melantunkan salah satu lagu heroiknya: ‘Lapangan adalah Kunci!’

“Banyak yang ke lapangan, tapi tak dapat jua
Banyak yang ke lapangan, tapi tak dapat jua

Mereka tak menyeket, morfologi atau singkapan

Mereka tak menggambar, geometri tubuh batuan
Mereka tak menyentuh, mereka tak memegang
Mereka tak merasakan batu-batuan

Mereka tak cari tahu mineral yang berurutan

Fosil-fosil yang terbenam, jejak-jejak yang terekam

Mereka sibuk selfie sebagai bukti
Telah hadirnya mereka di lapangan, di lapangan.”

Anak-anak muda, calon geolog mahasiswa Pertamina itu pun terpukau, dan berdendang bersama dalam riang. Sementara dari situ, Djalu dan tim ‘Andang Bachtiar dan Penyelaras’ bersiap melanjutkan perjalanan: bercakap-cakap dengan bebatuan di kompleks bebatuan tertua Karangsambung, Kebumen.

Leave a Reply

Your email address will not be published.