Notice: Undefined index: host in /home/jojr5479/public_html/wp-content/plugins/wonderm00ns-simple-facebook-open-graph-tags/public/class-webdados-fb-open-graph-public.php on line 1020

Bicara Teknis tanpa Harus Menjadi Rumit

Dalam jurnalisme televisi, yang penyajian paket liputannya tak boleh terlalu panjang, kadang tak bisa menghindarkan diri dari liputan amat teknis. Kuncinya, bagaimana mengemas dan ‘menghidangkan’-nya ke pemirsa, tanpa membuat kening penikmatnya jadi berkerut.

Kali ini, kita membahas liputan Gerhana Matahari Sebagian di Planetarium Jakarta karya trio Debora Darmawan, Esther Suhana, dan Felita Herlina. Karena itulah, mereka memberi nama stasiun penyiarannya sebagai ‘DEF News’. Dalam durasi 2 menit 50 detik, mereka fokus pada angle “Bagaimana cara pengunjung Planetarium menyaksikan gerhana matahari”.

Dibuka dengan video youtube tentang gerhana, video liputan anak kecil memakai kacamata ultraviolet serta foto-foto pendukung liputan, hampir dua pertiga isi paket ini tertuju pada penjelasan Dio, astronom di Planetarium Jakarta. Terlalu panjang dan rumit karena melulu bicara teknis. Sebenarnya, mereka sudah mencoba memperindahnya dengan mengisi penjelasan Dio dengan beberapa insert visual, baik gambar statis maupun video. Namun, tetap pada beberapa saat terkesan ‘kepanjangan’ dan ‘membosankan’.

Solusinya, tentu saja bisa dengan grafis, yang menjelaskan hal-hal penting apa yang disampaikan Dio. Selain itu, Chargen yang muncul secara lebih rutin juga dapat menjadi penjelas dari ‘kuliah’ Dio nan amat teknis itu, Untuk masukan pengambilan gambar, sebaiknya saat fokus SOT Dio, ambil one-shot, tanpa perlu mengikutsertakan visual Esther, sekalipun hanya separuh rambutnya.

Cerita tim liputan

Sebagai reporter on-cam, Esther mengaku tiga sampai empat kali melakukan kesalahan dalam pengucapan saat take LOT, dikarenakan kondisi yang sangat ramai dan dilihat oleh banyak pengunjung. “Setelah pindah ke Teater Besar, saya sudah mulai terbiasa dengan materi tersebut namun tetap saja saya sering lupa dengan apa yang akan saya ucapkan,” kisahnya.

Sementara itu, Debora memaparkan, di awal liputan mereka kebingungan menentukan angle apa yang akan diambil sebagai bahan berita. Akhirnya, mereka mengambil angle bagaimana cara kerja alat melihat gerhana matahari (teropong). “Saat menjadi campers saya sempat kesulitan mencari angle yang tepat agar tidak menggangggu pengunjung yang lain, selebihnya saya menikmati tugas ini,” kenangnya.

 

Juru kamera lain, Felita, menuturkan, kesulitan pertama ketika menjadi campers yakni mengatasi keramaian, karena di Taman Ismail Marzuki sangat ramai dan padat pengunjung. Keramaian ini menjadi penghalang untuk mencari spot dan menyesuaikan angle. “Mencari momen yang pas juga menjadi kesulitan campers, sehingga saya dan Debora sebagai campers harus sigap dan memanfaatkan momen dengan sebaik mungkin,” ungkapnya.

 

Kesulitan lain yakni mengatur sudut pandang dari narasumber yang aktif dan berubah-berubah posisi, serta beberapa pengunjung lain yang sesekali muncul di kamera karena rasa penasaran  dan keingintahuan mereka terhadap proses perekaman. Soal narasumber yang bergerak dan terkesan ‘susah diatur’, ini lebih kepada jam terbang. Saat mereka lebih sering melakukan wawancara, nantinya akan merasa lebih mudah membuat set-up narasumber, sekalipun dia adalah orang terkenal atau public figure. Kuncinya adalah kepercayaan diri, karena jurnalis yang harus mengatur narasumber, bukan sebaliknya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.