Dalam sebuah liputan di kerumunan besar, menemukan satu atau dua narasumber untuk didapat SOT alias soundbytenya yang keren bak perburuan mencari mutiara di dasar laut.
Suka dengan paket liputan karya Nabila Muniva, Bidara Deo, Kevin Handoko, Marcella Ingrid, dan Arnold Agustinus dalam menyajikan kerja jurnalistik suasana Jakarta menyambut Gerhana Matahari 9 Maret lalu. Mengawali dengan grafis yang diambil dari internet, rangkaian gambar beralih menuju suasana Planetarium Taman Ismail Marzuki. Fokus mereka kemudian menemukan Michael, seorang bocah penggemar astronomi dengan teleskop yang dibawanya dari rumah. Ini hasil perburuan mutiara pertama.
Angle mereka kemudian beralih ke trending topic Gerhana di twitter. Baru kemudian menuju ke penemuan harta karun kedua: mewawancarai bule penikmat gerhana. Memang, bukan hanya tim ini saja yang menemukan dan mengambil kutipan dari pengunjung warga negara asing. Hanya saja, quote bule dalam tim liputan ini begitu ‘nendang’. PTC Marcella di akhir paket berdurasi 3 menit 3 detik ini pun cukup ‘menjual’.
Tak ada gading yang tak retak. Selain masih kurang konsisten memasang CG –usahakan jangan ada detik-detik lowong tanpa teks di layar- kelemahan mereka yakni kurang berani menanyakan nama lengkap narasumber. Kalau berani mewawancarai bule dan membuatnya ngomong sepanjang itu, mengapa tidak bisa mendapatkan nama panjang dan dari negara mana dia berasal? Adapun nama bocah jenius penyuka benda-benda langit itu, seharusnya bisa lebih dari satu kata. Sangat tak yakin ia dilahirkan hanya dengan nama ‘Michael’ saja.
Masukan lain, saat bicara liputan dan kutipan di jurnalistik televisi tak bisa berdiri sendiri. Seharusnya, sekuence atau gambar pendukung aktivitas Michael dan bule itu bisa dilengkapi. Bagaiaman histeria dan aksi kedua orang ‘tokoh’ yang menjadi temuan harta mereka ini bisa menjadi insert atau set-up narasumber selain mengambil kutipan omonganmereka.
Di Balik Layar
Menuju kawasan Cikini dengan kereta, mereka berlima bersemangat meliput fenomena alam langka ini. “Kami hanya menggunakan satu kamera yang dioperasikan oleh Kevin. Kami memutuskan untuk berada di dalam Planetarium untuk mewawancarai beberapa pengunjung yang sudah mendapatkan kacamata,” kisah Nabila. Ternyata, di dalam Planetarium mereka bertemu dengan banyak media lainnya yang sudah hadir sejak subuh.
Ketika waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi, tim ini memutuskan untuk berpindah lokasi ke bagian belakang Planetarium karena salah seorang petugas keamanan menganjurkan untuk melihat gerhada di lapangan bagian belakang. Selama perjalanan ke lapangan belakang Planetarium itulah, mereka bertemu dengan Michael, seorang anak yang membawa teropong cukup besar yang membuat beberapa masyarakat mengalihkan pandangan kepadanya. “Hal tersebut membuat kami untuk mau mewawancarainya dikarenakan niatnya untuk melihat gerhana menggunakan teropong,” kata Arnold.
Bidara menuturkan, hari itu menjadi salah satu hari yang bersejarah bagi kami secara pribadi. “Karena melalui tugas ini, kami dapat melihat gerhana matahari secara langsung dan membuat liputan berbaur dengan jurnalis dan masyarakat lain,” paparnya.