
Tiga wartawan peliput konflik berbagi kisah. Ada yang lucu, tapi banyak juga yang membuat kita mengelus dada.
Bagi manusia, hidup dan mati kadang hanya berbeda seujung kuku. Pengalaman itu nyata dirasakan Qaris Tajudin dan Arie Basuki, dua jurnalis Tempo yang baru-baru ini meliput krisis politik Libya.
Dalam salah satu harinya di Libya, siang itu, Qaris dan Arie Basuki sempat pusing karena Muhammad, sopir sewaan mereka, kembali datang terlambat. Padahal saat itu Qaris dan Arbas –sapaan akrab jurnalis foto yang kenyang pengalaman meliput di berbagai medan itu- berencana kembali pergi ke Ajdabiya, kota di sebelah barat Benghazi, Libya. Berdua mereka hendak melihat-sekali lagi-penyerbuan ke Brega, 50 kilometer sebelah barat Ajdabiya. Sudah berhari-hari kota minyak itu dikepung gerilyawan anti-Muammar Qadhafi, tapi tak ada kemajuan.