Banyak pelajaran bisa dipetik dari tiap berlangsungnya musim arus mudik dan balik. Salah satu di antaranya, soal jargon ‘pembangunan’ di Indonesia yang masih saja berat sebelah.

Tak seperti beberapa Lebaran sebelumnya, tahun ini kami sekeluarga mengikuti ritual kultural mudik dan balik, sebagaimana dihelat jutaan orang negeri ini. Setelah tiga hari raya Idul Fitri ‘pass’ ke Yogyakarta sejak kehadiran anak kedua, kali ini kami mengikuti agenda sebagian besar penduduk Indonesia. Termasuk di dalamnya, acara bermacet-macet di jalan secara ‘brutal’. Ada yang menyenangkan juga dari sisi sampingan perjalanan super panjang 25 jam arus balik Yogya ke Tangerang, kami bisa menyaksikan spot-spot yang jarang terlintas di kepala: Kebumen, Wangon, Lumbir, Sumpiuh, Majenang, sampai ‘terbuang’ ke Majalengka.
Continue reading “Mudik dan Gambaran Ketimpangan Jawa Non-Jawa”