Ini film dokumentar keempat yang dibuat sutradara muda Andibachtiar Yusuf dalam bendera Bogalakon Pictures. Sebelumnya Ucup –begitu sapaan penggila bola yang lulusan jurnalistik Universitas Padjajaran ini akrab disapa- telah melahirkan The Jak (2007), The Conductors (2008) dan Romeo Juliet (2009). Rencananya, Hope akan diputar perdana pada Jakarta Internasional Film Festival (JIFFEST) Desember mendatang.
“Indonesia akan begini-begini aja kalo loe cuma bisa protes,” kalimat dari Pandji Pragiwaksono, presenter yang juga dikenal sebagai penyanyi hip-hop itu seperti menjadi kata kunci film berdurasi 76 menit ini.
“Bagi saya film yang baik adalah yang bisa menunjukkan situasi kekinian suatu bangsa,” ujar Yusuf tentang karya-karyanya, mengutip pernyataan tokoh film Usmar Ismail. Film ‘Hope’ melukiskan kegelisahannya terhadap situasi bangsanya yang disebutnya sebagai “Gak pernah kemana-mana, seolah segala potensi itu tidak ada.” Ucup menambahkan “Nasib suatu bangsa tidak akan pernah berubah jika tidak diubah sendiri oleh bangsa itu,”
Hope adalah sebuah gambaran Indonesia masa kini, 12 tahun setelah saat yang disebut sebagai masa reformasi yang saat itu dikabarkan sebagai arus balik sejarah bangsa ini yang disebut dinaungi kegelapan di era Orde Baru.
Selain akan dipresentasikan di JIFFEST, film ini akan juga dipertontonkan di sinema komersial yang memberi ruang pada karya digital seperti layaknya teknis yang digunakan oleh karya ini. Juga, film ini akan mencoba metode baru pendistribusian sinema (setidaknya untuk ukuran Indonesia) lewat tayang secara online alias streaming.
Selanjutnya, film ini akan diputar mengelilingi Indonesia lagi-lagi secara gerilya lewat pemutaran-pemutaran di komunitas yang tentu saja akan dibarengi dengan workshop dan diskusi.
Setelah menampilkan kampanye dan serba-serbi Pemilu 2004, Hope berpusat pada dua tokoh utama sebagai pembawa cerita, yakni “Koil”, grup musik underground asal Bandung, dan Pandji Pragiwaksono. Selain itu, tampil juga kelompok barongsai Kong Ha Hong yang mewakili kelompok minoritas di Indonesia pasca reformasi.
Film ini menggambarkan kita untuk terus optimis, di tengah kondisi Indonesia yang terlihat terus terpuruk di tengah amuk massa, korupsi, dan mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan. Pesan yang disampaikan amat jelas, “Teruslah berpikir positif dan bekerja, karena mengutuki negeri tidak akan menyelesaikan masalah…”
mantap mas