Di luar dugaan, kolesterol no problem, tapi asam urat tinggi dan tensi rendah sekali.
Kalau Tuhan mengizinkan semua lancar, mestinya bulan depan saya menjalani tes kesehatan, sebagai salah satu persyaratan pengangkatan karyawan Kompas TV. So far, beberapa kawan yang sudah menjalani prosedur itu mengeluhkan problem kolesterol yang mereka hadapi: jauh melewati ambang batas normal. Efeknya, harus menjalani pemeriksaan ulang, yang notabene harus ditanggung dari kocek pribadi.
Sedikit mencuri start, Rabu sore (28/3) saya melakukan tes kesehatan standar di sebuah klinik sederhana kawasan Mencong, Ciledug.
Memang tak sedetail saat kita melakukan tes medis di rumah sakit atau laboratorium sekelas Prodia, tapi setidaknya bias tahu standar awal kondisi raga ini. Kekhawatiran soal kolesterol sempat terbayang, apalagi siangnya, seorang kawan menyapa di kampus, saat kami sama-sama mengurus Kartu Rencana Studi Semester 4 Program Magister Komunikasi Universitas Mercu Buana. “Wah, kamu tambah gemuk, Jo,” katanya. Memang, gemuk atau kurus tak selalu berbanding lurus dengan buruk tidaknya kondisi kolesterol dalam tubuh manusia. Tapi, khawatir boleh saja, toh?
Dalam pemeriksaan dengan cara mengambil sample darah dari jari tengah tangan kiri yang dijepret semacam staples, saya mendapati angka kolesterol total 147 mg/dl. “Ini bagus. Standar normalnya asal di bawah 200 saja,” kata dokter Mounty Hudami Astre di klinik sederhana itu. Memang ini hanya pemeriksaan sederhana, tak bisa mengukur kandungan High Density Lipopretein (HDL) atau kolesterol baik dalam tubuh, maupun lawannya Low Density Lipoprotein (LDL) atau kandungan kolesterol jahat yang bila kadarnya terlalu tinggi bisa mengakibatkan penyumbatan arteri berimbas pada penyakit jantung.
Hipotensi, how come?
Di luar urusan kolesterol total, justru masalah ada pada dua parameter medis lain. Sementara kadar gula darah masih dianggap wajar, 139 mg/dl, kadar asam urat saya dianggap jauh melewati batas normal. “Normal manusia ada di angka 3-6 mg/dl,” kata dokter itu. Dahsyatnya, tes asam urat dalam darah saya menunjukkan angka 10,2 mg/dl. “Padahal saya tak merasa keluhan berarti, Dok,” kata saya. Menurutnya, bahkan ada pemilik kadar asam urat 20 mg/dl juga tak mengalami masalah tertentu. Tapi, namanya juga sumber penyakit, amat bahaya jika kemudian ia mengkristal, menumpuk, dan membuat problem besar secara akumulatif pada saatnya nanti. Untuk ini, pantangan makanan yang tak boleh saya konsumsi yakni sayur hijau, kacang-kacangan dan goreng-gorengan.
Aneh bin ajaib, pemeriksaan berikutnya yakni tensi darah menunjukkan saya memiliki tekanan darah rendah alias hipotensi. Dari kadar normal 120/80 mmHg ternyata tes tensi saya menunjukkan kadar 100/60 mmHg. Sangat rendah. “Wah, berarti bagus dong, Dok, berarti saya gak gampang marah,” canda saya. Ia menyatakan, problem ini berarti ‘bagus’ karena saya bisa makan apa saja. “Yang manis-manis dan asin-asin sangat disarankan,” katanya. Tentu jangan terlalu ekstrem, karena akibatnya bisa mengganggu kadar kolesterol dan gula darah yang terbukti ‘baik-baik saja’.
Jadi, mari kita mulai hidup lebih sehat. Menyeimbangkan berbagai kondisi tubuh menuju standar normal. Yang berlebihan harus diturunkan, dan yang terlalu rendah harus dinaikkan. Wuik, tantangan banget ya…
Yuk, berenang aja.. Katanya ada dua olahraga yang paling bagus: 1. jalan kaki 2. berenang :p