Portland, Oregon: See You Again, Uncle Sam!

Hidup tak pernah bisa ditebak. Tergantung bagaimana kita merespon setiap hal.

Sampai jumpa, Abang Sam. Thank's for many sweet memories.Tiga pekan mendapat kesempatan berkelana ke Amerika Serikat atas undangan Kementerian Luar Negeri AS melalui International Visitor Leadership Program (IVLP), kini saatnya mengepak barang pulang. Sabtu, 24 Maret siang waktu Bandara Portland, saya beranjak menuju benua tempat saya lahir dan dibesarkan: Asia. Bersiap menempuh long haul flight 11 jam bersama Boeing 767 Delta Airlines, dari Portland ke Narita, Tokyo. Transit sejenak, lanjut 7 jam lagi ke Singapura.

Direncanakan sampai Singapura Minggu midnit, saya dapat jatah beberapa jam tetirah di kamar hotel di area Changi, lalu menuju Jakarta dengan SQ pada Senin pagi. Kalau Tuhan izinkan semuanya lancar sesuai itinerary, Senin pagi itu juga saya mendarat di Soekarno-Hatta International Airport. Sebuah perjalanan nan panjang: tiga pekan, 6 negara bagian di AS (ditambah 2 states lagi sekadar transit) dan total menempuh 10 penerbangan dari 5 maskapai berbeda.

Uncle Sam adalah sebutan personifikasi bagi Pemerintah AS, yang mencuat dalam sebuah buku tahun 1812. Singkatan ‘US’ mengacu pada ‘United States’, tapi sempat menjadi olok-olok pada nama Samuel Wilson, pengusaha pemotongan daging yang mengepak dagangan dalam kapal berinisial dua huruf itu. Sejak itulah, singkatan US diplesetkan sebagai Uncle Sam, hingga kemudian disahkan di kongres sebagai simbol nenek moyang Amerika. US atau Uncle Sam, kalau kita bahasakan jadinya ya AS alias Abang Sam.

Banyak orang bilang, mimpi adalah awal dari kesuksesan. Tapi, mimpi apa saya sampai bisa menjelajah daratan Abang Sam selama 21 hari secara cuma-cuma? Bahkan pada pekan pertama sudah langsung mendapat kartu dan dokumen yang menyatakan sebagai tamu kehormatan Kementerian Luar Negeri negara ini.

Lulus kuliah dengan nilai pas-pasan setelah 8 tahun berjuang, saya merasa tak punya cukup bekal untuk bisa meraih semua itu. By grace alone. Semua karena karunia Sang Kuasa. Dan juga doa kedua orangtua saya. Doa Papa, pensiunan kondektur bis kota DAMRI di Surabaya selama 30 tahun. Juga doa mendiang Mama, seorang pekerja keras yang pernah menjadi TKI selama 7 bulan di Malaysia. Terimakasih Tuhan, karena hidup memang tak bisa diterka.

Nasi uduk perpisahan

Wayang house food cart. Kembali ke selera asal.

Saya tak hendak berujar, “Good bye”, atau “Sayonara” pada Amerika. Sebaliknya, saya ingin berucap, “Sampai Jumpa, See You Again, US!”. Entah kapan bisa ke mari lagi. Jikalau memang tak ada kesempatan kembali ke sini, mungkin bukan saya, tapi Einzel atau Kira yang mewujudkannya. Semoga mereka bisa mendapat pengalaman lebih dari saya. Mampir ke New York yang tak sempat disinggahi ayahnya, melihat Statue of Liberty, sekaligus membuktikan, apakah patung penanda kemerdekaan itu memegang obor dengan tangan kiri atau kanan.

Siang kemarin, kami makan siang di food cart, bukan food court. Sesuai namanya, cart berarti gerobak, kawasan SW Alder menyediakan berbagai makanan murah dalam rombong. Saya pun mengitari surga makanan itu bersama Leung Nam, kawan seperjuangan asal Hongkong yang kini fasih berucap satu kalimat dalam Bahasa Indonesia: “Ka-mu be-go.”

Makan nasi uduk di Portland. Matur nuwun!

Finally, saya menemukan stand unik, makanan Indonesia, dengan spanduk bertulis ‘Wayang House’. Maka, jauh-jauh ke Oregon, saya menikmati makan siang 6,5 dolar bertema nasi uduk, tempe tahu, sambal dan timun, serta empat potong ayam goreng. Penjualnya, Mas Anton asal Solo, baru 4 bulan mengadu nasib sebagai pedagang di area food cart kota Portland. Senang sekali ia mendapat pembeli dari tanah air. “Matur Nuwun, mas,” kata pria keturunan Tionghoa itu, sembari mengulurkan recehan dolar kembalian pada saya.

Matur Nuwun juga, Uncle Sam!

Salam Sabtu pagi dari kamar hotel The Paramount, Portland.

2 Replies to “Portland, Oregon: See You Again, Uncle Sam!”

  1. ga ada yg ga mungkin mas Jojo, Tuhan maha tahu yg terbaik bagi kita manusia…saya berdoa semoga Einzel dan Kira mendapat kesempatan lebih dahsyat dari mas Jojo, mereka bisa sekolah di sana dan pulang mengabdi untuk negerinya, seperti cita2 saya untuk Sara dan Putri dua princess saya…selamat pulang…giliran saya yang pergi on may…:)

Leave a Reply

Your email address will not be published.