Di Balik Layar Kata Kita: Berseteru Memberantas Korupsi

Membincangkan keruwetan negara tanpa harus bikin pusing kepala.

Kata Kita membahas perseteruan memberantas korupsi. Hard talk dikemas soft style.

Program talk show “Kata Kita” bersama Timothy Marbun di Kompas TV, Selasa (9/10) menampilkan bahasan yang jadi trending topic hari-hari ini. Perseteruan KPK melawan Korps Kepolisian dalam memberantas korupsi, khususnya penyidikan korupsi Simulator SIM yang berujung pada penarikan penyidik KPK dari unsur kepolisian, serta kriminalisasi Komisaris Novel Baswedan. Novel, perwira polisi yang memutuskan menjadi penyidik KPK, menjadi ikon pemberantasan korupsi setelah tiba-tiba polisi memperkarakan kasus yang menimpanya delapan tahun lalu, saat masih bertugas sebagai Kasatreskrim Polresta Bengkulu.

Adrenalin episode ini terasa karena show yang digelar malam, pukul 22.00-23.00 WIB mepet dengan program “Indonesia Lawyers Club” alias ILC-nya TV One di Hotel JW Marriot Jakarta. Hampir semua pihak yang berkompeten dalam kasus ini berada di talk show yang dipandu Karni Ilyas itu, termasuk Zaenal Arifin Mochtar, Direktur Pusat  Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM yang sore harinya tampil duluan di sesi dialog Kompas Petang.

Salah satu target narasumber “Kata Kita” yang juga berada di keramaian dialog ILC TV One ialah Haris Azhar, koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras). Bersama para pengacara aktivis lainnya, Haris saat ini menjadi jurubicara tim advokasi Novel Baswedan. “Biar gak kalah debat, gua bawa tiga orang ke ILC, Jo,” kata Haris, saat diminta konfirmasi menjadi salah seorang narasumber di “Kata Kita”. Selain Haris, dua anggota kunci tim advokasi lain, Alexander Lay dan Iskandar Sonhaji juga hadir di ILC.

Tapi, cerita belum usai. Haris menyatakan bersedia datang ke “Kata Kita” asal disediakan jemputan sepeda motor. “Episode JLC kali ini tak sampai malam. Jam 22 ada siaran langsung sepakbola. By the way, sepakbola apa ya?” tanyanya dalam pesan pendek. Dalam laman online TV One, mulai pukul 22.00 mereka dijadwalkan menayangkan Piala Dunia Perempuan U-17 antara Jerman melawan Korea Utara. “Haahaha… Korut? Pelanggar HAM tuh,” balas pesan pendek Haris.

Di tengah ketegangan memuncak karena sampai jam 21.30 wajah Haris masih nongol di tv sebelah, akhirnya pekerja LSM ini sampai juga tepat waktu. Sebelum segmen satu “Kata Kita” dimulai. Apresiasi khusus patut disampaikan pada Idham, messenger kami yang menunggu di luar ballroom JW Marriot dan ngebut membonceng Haris melewati Kuningan, Gatot Subroto, hingga Palmerah Barat, secepat anak panah dilepaskan dari busur Robin Hood.

Acaranya orang muda

“Kata Kita” menjadi semakin berwarna dengan hadirnya pengamat politik muda, Dimas Oky Nugroho. Dalam usia belum genap 35 tahun, Dimas sudah menjadi kandidat Ph.D Antropologi Politik University of New South Wales, Australia. Mantan reporter TV-7 ini juga menjadi Koordinator Sukarelawan Indonesia untuk Perubahan (SIPerubahan). Dimas memberi apresiasi khusus pada peran orang muda dalam gerakan perubahan di Indonesia, khususnya melalui perlawanan di dunia maya. “Gerakan di dunia maya itu sudah baik dan sangat efektif. Tinggal bagaimana caranya membawa ke dunia nyata, agar terus hidup,” kata pria yang meraih S-2 Politik Internasional dari University of Glasgow ini.

Episode”Kata Kita” kali ini tergolong sukses menarik minat pemirsa jaringan Kompas TV di daerah. Sedikitnya ada delapan telpon interaktif masuk, mulai dari Tangerang, Surabaya, Flores, Makassar, sampai Ambon. Sayang, karena keterbatasan waktu, tak semua di antara mereka dapat langsung berinteraksi di layar kaca.

Pembahasan mengenai perseteruan dua instansi dalam isu anti korupsi menjadi hidup dengan penampilan live Pungky Octavianingtyas dan juru kamera Ricky Efran langsung dari Bengkulu. Juga wawancara Timothy Marbun dengan jurubicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo. Thanks untuk Nandita Erisca yang berjuang keras me-lobby di KPK, memungkinkan live chit-chat ini terjadi.

Selain mereka, hadir dua musisi muda yang menyuarakan kegelisahan pada terhambatnya proses pemberantasan korupsi di negeri ini. Tampil pertama Cholil Mahmud dari Efek Rumah Kaca, band indie papan atas yang tenar dengan lagu ‘Mosi Tidak Percaya’, sebagai perlawanan mereka terhadap korupsi.  “Kamu ciderai janji, kami tak mau dibeli, kami tak bisa dibeli… Ini mosi tidak percaya, kami tak mau lagi diperdaya…”

Di akhir program, tampil Rendy Ahmad yang menjadi pemenang kedua dalam kompetisi Fair Play 2012: Anti Corruption Music Competition di Brasil. Remaja 19 tahun asal Belitung Timur ini sebelumnya dikenal sebagai pemeran Arai dalam film Sang Pemimpi, bergantian dengan Nazril Irham alias Ariel Noah.”Pada 2 November nanti, kami diundang ke Brasil untuk membawakan langsung lagu Vonis ini,” kata Rendy, yang video clipnya dibuat WatchdoC Productions tanpa banyak settingan. Disutradarai Dandhy Dwi Laksono, klip sepanjang 4 menit itu juga berisi adegan ngamen di bus kota antara Semanggi-Slipi.

Di lantai lima Studio Green Kompas TV, Rendy melengkingkan suara khasnya, sebagaimana ia dan kawan-kawannya dalam Simponi bersemangat menyanyikanVonis (Verdict) pada klip itu.

“Semua karena korupsi, negeri kaya anak kurang gizi, rakus pejabat politisi, bangsa kaya anak tak sekolah…

Pengusaha rakus, hutan gundul, bencana datang tak henti, vonis hakim bisa dibeli, koruptor dilindungi…

Kita mengaku bertanah-air satu, tanah air tanpa korupsi, kita mengaku, berbahasa satu, bahasa tanpa kekerasan…. One world without corruption…”

Kadang, untuk membicarakan hal berat, kita tak perlu dibuat sakit kepala karenanya. Kalau tujuannya untuk membuat gerakan massif pada generasi yang selama ini dinilai apatis, isu anti korupsi pun bisa dibuat fun. Mengapa tidak?

Leave a Reply

Your email address will not be published.