Wujudkan Pekerja Sejahtera, Jurnalis Tolak Alih Daya

ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN

Nomor            : 004/AJI-Div.SP/R/X/2012
Perihal            : Siaran Pers untuk segera disiarkan

Wujudkan Pekerja Sejahtera, Jurnalis Tolak Alih Daya

Menuntut kesejahteraan kontributor. Jurnalis juga buruh.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan dukungannya terhadap tuntutan para buruh yang melakukan aksi Gerakan Tiga Oktober Mogok Umum Nasional (Getok Monas). AJI menyatakan, tuntutan perbaikan upah dan penghapusan sistem alih daya (outsourcing) juga menjadi tuntutan para jurnalis di Indonesia.

Tak dapat dipungkiri, meski berlatar belakang pendidikan tinggi, serta kemudahan akses dan penampilan yang rapi, para jurnalis tetaplah buruh. Jurnalis adalah orang upahan yang nasibnya bisa tergantung kepada pengupah. Jurnalis juga sama seperti buruh pabrik mebel, manufaktur, tambang, dan percetakan, yang setiap bulan menunggu upah datang.

Bahkan jurnalis yang berstatus kontributor/ koresponden/ stringer, tak lebih baik nasibnya dibandingkan para pekerja alih daya. Para jurnalis lepas ini bekerja tanpa ikatan legal yang jelas dan tanpa perlindungan keselamatan kerja, serta tak ada tunjangan/fasilitas peliputan seperti transportasi dan komunikasi. Neraca keuangan bulanan mereka tak menentu.

Survei honor kontributor yang dilakukan AJI Indonesia menemukan, sebuah situs berita online milik kelompok media terkemuka di Indonesia, hanya memberikan honor Rp 10 ribu untuk berita tayang. Jumlah honor yang nilainya tak lebih dari sebungkus nasi sekali makan itu, diberlakukan sama, baik untuk kontributor di Banda Aceh
sampai Ambon.

Survei serupa yang kami lakukan menyebutkan, sebuah radio berita
ternama di ibukota, memberikan honor Rp 20 ribu per berita untuk kontributornya di Kediri, Jawa Timur. Pada survei yang sama, kontributor situs berita tertua di Indonesia yang bertugas di Ternate, Maluku Utara, hanya menerima honor berita Rp 25 ribu sekali tayang. Jumlah yang sama berlaku untuk kontributor mereka di pelosok nusantara, tanpa menghitung ongkos transportasi, biaya komunikasi, asuransi kesehatan, dan fasilitas pelindung lainnya.

Masalah Serikat Pekerja dan PHK sepihak
Fakta sulitnya mendirikan serikat pekerja di perusahaan media juga
membuat kondisi jurnalis menjadi lebih inferior dibandingkan buruh pabrik yang memiliki berbagai serikat/ union di tempat bekerja. Kasus yang menimpa Luviana, produser Metro TV yang di-PHK secara sepihak karena alasan tak jelas, diduga karena berusaha mendirikan serikat pekerja di Metro TV, menjadi catatan pahit
perjuangan jurnalis. Bahkan, meski keputusan PHK itu belum memiliki keputusan hukum yang inkracht, Metro TV telah menghentikan gaji Luviana pada 3 bulan terakhir sehingga melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan no 13/ 2003. Saat ini, AJI  telah melaporkan Metro TV ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan memohon eksekusi pembayaran gaji karyawan yang dihentikan semena-mena oleh perusahaan.

AJI Indonesia juga menaruh perhatian besar dalam kasus perburuhan terhadap pemecatan 11 jurnalis Harian Semarang dan 13 jurnalis koran Indonesia Finance Today, yang hingga kini kasusnya masih diselesaikan melalui jalur Pengadilan Hubungan Industrial Kota Semarang dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Karena itu, sudah seharusnya jurnalis di Indonesia mendukung aksi bersama buruh 3 Oktober, demi perbaikan nasib para pekerja di Indonesia.

Tolak alih daya, wujudkan pekerja sejahtera!

Jakarta, 3 Oktober 2012

Suwarjono                                                Agustinus Eko Rahardjo
Sekjen AJI Indonesia                      Koordinator Divisi Serikat Pekerja

Sekretariat AJI Indonesia
Jl. Kembang Raya No. 6
Kwitang, Senen, Jakarta Pusat 10420
Indonesia
Phone (62-21) 315 1214
Fax (62-21) 315 1261
Website : www.ajiindonesia.org

Leave a Reply

Your email address will not be published.