Raport memang bukan semata nilai, tapi setidaknya, sesuai arti katanya, itulah laporan.
Pagi tadi, lelaki dengan rambut bak supit udang itu, terjadwal menerima raport. Kelas 1 SD, tapi saya rasa, cukup berat juga materi pelajaraannya. Setidaknya, dibandingkan zamanku dulu.
Cobalah Anda bayangkan itu. Seperti pernah saya tulis di sini. Untuk pelajaran Bahasa Inggris, saya merasa pelajaran yang didapat Einzel baru saya dapat di level SMP dulu Mulai dari cara menyebut identitas diri, sampai bagaimana menyebut silsilah keluarga, mengenal father, brother, sister, grandmother, dll. Juga mengingat nama-nama mainan yang tak pernah saya bahami apa Bahasa Inggrisnya: ayunan sebagai swing, jungkat-jungkit disebut she saw, atau panjatan besi diingriskan monkey bars.
Matematika juga begitu. Kelas 1 SD, sudah diajari bilangan loncat. Dari angka 2, ke 4, 6, 8, 10, dan seterusnya. Demikian pula IPA, soal energi, magnet, tarikan dan dorongan, sampai perubahan zat dari mencair, menguap, membeku, dan sebagainya. Juga, IPS, mengenai apa manfaat rumah bagimu, susunan silsilah keluarga, peristiwa menyenangkan, menyedihkan, dan lain-lain.
Masuk 5 besar
Sudah bukan musimnya lagi, mengukur nilai anak berdasarkan angka, serta merangking atau mengurutkan kecerdasannya dibandingkan yang lain. Begitupula, bukan eranya lagi memberlakukan sistem reward and punishment alias stick and carrot untuk melecut dan menghukum anak berdasarkan prestasinya.
Tapi tetap boleh berbangga toh, saat Bu Fanny, wali kelas 1 SDK Sang Timur Tangerang, menyatakan, nilai rata-rata 89 yang dimiliki Einzel tergolong tinggi dibandingkan 40-an kawannya. “Yang paling tinggi, nilainya 90, ada dua orang,” katanya. Setara dengan nilai Einzel, ada 3 siswa lain mendapat angka persis.
Menarik juga saat tahu, nilai rata-rata tertinggi Einzel ada di Bahasa Inggris (95), mata pelajaran yang bakal dihapus dari muatan wajib menjadi muatan lokal. Sementara nilai terendahnya ada pada Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan (78). Mewarisi ayahnya yang buruk di kesenian dan prakarya? Adapun secara umum, nilai pengetahuan Einzel dihargai 93, keterampilan 91 dan sikap 83.
Tapi, tak seharusnya anak dipaksa menjadi sesuatu berdasarkan angka. Biarlah ia hidup dengan gembira, seperti Kahlil Gibran berucap, “…Engkau adalah busur-busur tempat anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan. Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia merenggangkanmu dengan kekuatannya, sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh. Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan…”
Bergembiralah Einzel, sebagaimana ekor udang di rambutmu tumbuh dengan riang. Tak pernah hilang meski terus dipatahkan…
Selamaat! Pinter emang ponakanku ini… ! ^^