Studio Sinten Yogyakarta pintar mencari peluang bagaimana mengabadikan kenangan dengan cara berbeda.
Awalnya, kami melihat dari luar. Jalan raya menuju Tugu, ikon kota Yogyakarta. Sekilas, studio itu nampak unik. Tak sekadar menawarkan sebagai sarana berpose dalam grup, keluarga misalnya. Tapi juga melengkapi diri dengan busana tradisional (wardrobe) dan juga latar belakang (backdrop) bernuansa kuno. Tak salah, Sinten yang berlokasi di Jl Diponegoro, depan Pasar Kranggan, Yogyakarta itu memilih tagline ‘studio foto jang bernoeansa tradisionil Djogja tempo doeloe’.
Pemilik sekaligus fotografer Sinten, Toni Handoko, bercerita, berbagai item barang di Sinten sebagian merupakan koleksi keluarganya. Misalnya, radio tua, rokok jadul, lukisan, topeng, dan juga sangkar burung. “Tapi, barang-barang lain ada yang harus saya hunting ke berbagai tempat,” kata Toni. Ia merujuk pada pintu, jendela, dan berbagai interior lain.
Jadilah, mereka yang berpose di studio ini tak hanya membeli kenangan, tapi juga membeli waktu, lengkap dengan segala perabot dan memori di zaman itu. Lengkap, mau pakai blangkon, baju Jawa, gendongan jamui atau sepeda kuno. Harga? Tinggal mau berapa jepretan, dan berapa orang yang dijepret. Kisarannya antara Rp 100-500 ribu.
Kemben untuk Kira
Tak mudah “memaksa” Kirana, puteri 2 tahun kami, berdandan dalam busana tempo doeloe. Sementara yang lain sudah memakai jarik dan surjan lurik, Kira tak mau melepas bajunya.
Selidik punya selidik, puteri kami takut melihat topeng-topeng yang seolah memelototi dan menakut-nakutinya. Sigap, Toni menurunkan enam koleksi topengnya, dan mengganti ruang tembok itu dengan lukisan. Saat sesi foto berlangsung, isteri Toni membawa gemerincing mainan dan boneka, memancing Kira mengeluarkan ekspresi terbaiknya.
Dan, liburan di Yogyakarta pun menjadi berbeda…