Meski dengan alat sederhana, video liputan ini punya nilai lebih: sisi pengambilan gambar yang berbeda. Dari atas.
Hanya beberapa detik, tapi liputan Nesya ini memiliki keunggulan dari liputan lainnya. Nesya mengambil insert visual yang sangat banyak. Cukup kaya ‘belanjaan’-nya untuk durasi liputan sepanjang 3 menit dan 1 detik.
Tak sekadar kaya gambar, visual-visual Nesa didapatnya dengan pendekatan berbeda. Gambar sisi luar Stadion Utama Gelora Bung Karno diambilnya dari atas. Begitupula gambar simpatisan yang menaiki tangga stadion sambil berteriak, “Geriiiindraaaa…”
Tentang angle ‘anak di bawah umur’ tak terlalu istimewa, karena topik itu sudah umum menjadi sorotan. Tapi variasi pertanyaan yang diajukan Nesya cukup berbobot. Misalnya, “Siapa caleg yang Anda dukung?” dan “Apakah partai tak menyediakan fasilitas penitipan anak?” Good question.
Pengalaman liputan
Nesya berkisah, pengalaman liputan even besar membuatnya tak dapat melupakan peristiwa. “Saya menggunakan satu kamera DSLR dan ipod untuk merekam. Beberapa liputan diambil dengan menggunakan kamera teman yang kebetulan bertemu di karena baterai kamera sudah mulai kehabisan daya,” paparnya.
Banyak pelajaran diambilnya. Misalnya, saat angle shot yang diambil oleh teman-teman ternyata salah. Ada yang blur, terlalu dekat, ada yang terlalu jauh. “Bagi kami tidak menjadi sebuah masalah besar, karena kami masih sama-sama belajar dari awal dan menjadikannya sebuah latihan,” ungkapnya semangat.
Ada juga bumbu-bumbu cerita. Lelah setelah meliput keadaan kampanye akbar ini, Nesya dan kawan-kawan memutuskan untuk makan siang di warung Sate Padang. “Saya duduk bersebelahan dengan seorang panitia keamanan dari Partai Gerindra. Memulai perbincangan dengan menanyakan status jabatannya, akhirnya kami ditraktir. Entah apa tujuan beliau mentraktir kami,” katanya. Waktu menunjukkan pukul tiga sore, mereka memutuskan untuk meninggalkan Prabowo yang masih berteriak lantang di dalam GBK.