Notice: Undefined index: host in /home/jojr5479/public_html/wp-content/plugins/wonderm00ns-simple-facebook-open-graph-tags/public/class-webdados-fb-open-graph-public.php on line 1020

Seandainya Lebih Jeli Mengambil Angle yang Lebih Unik

Banyak peliput mengambil tema aksi yang sama. Pertanyaannya, bagaimana kita bisa menghasilkan sesuatu yang berbeda dan menghasilkan sesuatu yang melekat di ingatan pemirsa.

Kecuali tidak mengambil narasumber di lokasi untuk diwawancarai, liputan Irwin Syahputra Mubaroq sebenarnya memenuhi kategori paket jurnalistik televisi yang oke punya. Irwin mengambil gambar dalam berbagai angle, dari atas di antaranya, kemudian on-cam tepat di depan Bundaran Hotel Indonesia berlatar buruh yang masih menjalankan aksinya.

http://www.youtube.com/watch?v=ojgqa5qT4ig&feature=youtu.be

Namun, saat puluhan jurnalis dari berbagai media melakukan liputan serupa –dalam hal ini saya melepas lebih dari 100 mahasiswa dari beberapa kampus untuk terjun meliput May Day- maka ‘angle’ yang dihasilkan akan relatif sama. Sudut pandang mirip-mirip itu antara lain: sepuluh tuntutan rakyat yang disuarakan buruh, pengunjukrasa mengalir dari Bundaran HI menuju Istana Merdeka, May Day 2014 kali pertama sebagai hari libur nasional dan lain-lain.

Padahal, dari visual yang disajikan Irwin, ada juga yang keren. Ada poster bertuliskan, ‘Hak Kerja LGBT = Hetero’, ‘Kami Juga Bisa Ngantor, Gak Cuma Bisa Nyalon’, ‘Diskriminasi terhadap LGBT di Tempat Kerja’, ‘Berikan Kami Lapangan Pekerjaan Sektor Formal’. Seandainya saja Irwin fokus pada satu isu yang keren ini, lalu ‘mengambil’ personalisasi salah seorang aktivis LGBT (Lesbian Gay, Biseksual dan Transgender) dan berkutat pada isu diskriminasi pekerjaan yang mereka alami, wow… betapa lebih berwarna dan dahsyatnya laporannya.

Alih-alih mengangkat semua isu, cobalah merenung sejenak di lapangan, kuatkan observasi, pertajam penciuman sense of journalism, dan bergeraklah cepat memutuskan: ada isu menarik yang bisa saya besarkan!

Kesan liputan

Irwin berkisah, ia bersama dua temannya meliput ke Bundaran HI dan takjub melihat ramainya aksi massa di sana. “Begitu ramainya, kami memutuskan berjalan kaki saja di area lokasi. Semakin siang massa semakin ramai,” kisahnya.

Akhirnya, stand-up mereka lakukan di Bundaran HI dan sempat beberapa kali take karena merasa ada kendala yang mengganggu proses stand-up. “Masalah itu misalnya bus yang lewat, serta massa yang melintas di depan kamera. Namun, kami lega akhirnya stand-up live report bisa juga kami lakukan,” paparnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.