Reporter tampak yakin atau nervous, terlihat dari posisi dia saat mewawancarai narasumber.
Kesan pertama dari karya Eka Erviana Rachmawati ini tentu bumper programnya yang keren. Selain itu, opening paket liputannya cukup membuat ‘shocking’ dengan lagu Indonesia Raya serta aksi teatrikal buruh berpakaian ala pejabat.
Sebagai ‘pemula’ alias amatir, Eka tampak cukup tenang dan percaya diri untuk stand-up di depan keramaian massa. Konfidensi tinggi tampak pula dalam, lihatlah, saat Eka mengacungkan mike dengan tegak dan ‘firm’ pada Tanto, buruh yang didapuknya menjadi narasumber. Memang ada sedikit salah ucap, berucap “a..e..” blank sebentar, tak masalah, asalkan tak menyita durasi dalam ‘blank’ itu. Insert visualnya pun tertata rapi di sela-sela Eka ber-‘stand-up’.
Bagaimana memegang microphone atau mike memang penting untuk menjadi parameter apakah seorang reporter televisi dan ‘menguasai panggung’ atau tidak. Mike adalah senjata utama dalam ‘berperang’ di lapangan. Karena itu, merupakan perbuatan ‘tercela’ luar biasa saat wawancara, reporter menyerahkan mike dari kekuasaan tangannya kepada narasumber yang ingin merebutnya. Bagaimana kalau gestur narasumber tampak ngotot dan juga turut memegang mike saat alat penyuara itu disampaikan ke depan mulutnya? Tetap ngotot jugalah untuk memegangnya. Kuat-kuatlah mempertahankan mike, apalagi mike dengan ‘cube’atau simbol ID perusahaan/stasiun televisi menggambarkan simbol kebesaran media tempat kita bekerja.
Untuk masalah substansi, memang kesalahan agak kurang bisa dimaafkan. Eka menyebut, “Selamat Pagi Saudara, saat ini saya melaporkan langsung dari Bundaran HI, Jakarta Pusat. Saat ini sedang berlangsung demo yang dilakukan para buruh untuk memperingati Hari Buruh Nasional.” Padahal 1 Mei sejatinya merupakan ‘Hari Buruh Internasional/Hari Buruh Sedunia, yang sempat dirayakan para buruhIndonesia di era Presiden Soekarno, tapi diberangus pada masa Orde Baru.
Proses liputan
Meliput aksi May Day, Eka berangkat ke lokasi unjuk rasa pukul 7 pagi bersama beberapa kawannya. “Walaupun demo berlangsung agak siang, namun kami sengaja datang lebih awal supaya k tidak terjebak mecet dan bisa mengambil banyak gambar,” katanya. Ketika ia dan beberapa mahasiswi tiba, memang sudah ada buruh yang berdemo di bundaran HI, akhirnya mereka mengambil gambar sebanyak mungkin. Eka terus berjalan untuk mencari dan mengambil gambar yang bagus dan juga mencari tempat yang pas untuk melakukan stand-up. “Setelah mengambil cukup banyak gambar, saya memutuskan untuk melakukan stand-up,”kisahnya.
Eka terkesan dengan liputan Aksi Hari Buruh, karena ini adalah pengalaman pertamanya meliput unjuk rasa berskala besar. Kendala yang dialami saat liputan, yakni susah mencari tempat untuk melakukan stand -up karena terlalu ramai dan padat, sehingga Eka dan kawan-kawan agak sulit mencari tempat yang pas untuk melakukan stand-up.