Meliput aksi yang ramai massa menimbulkan kepuasan dan sensasi tersendiri. Hanya, akan bahaya kalau tak pintar-pintar mengolah suasana.
Jakarta ibukota negara menjadi sentra berbagai aksi massa. Baik pada peringatan hari-hari tertentu, seperti May Day yang dirayakan buruh setiap 1 Mei, atau saat-saat momen khusus, seperti saat malam ini, warga Indonesia menanti harap-harap cemas bagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili gugatan Pilpres 2014.
[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=IoP7yGezc_8&feature=youtu.be]
Konsentrasi massa dan konsentrasi keamanan terpusat ke Jakarta. Seperti pada saat-saat menjelang keputusan MK ini, berita yang ramai adalah pengerahan polisi dari berbagai daerah untuk memperkuat keamanan ibukota. Juga bagaimana massa pendukung Prabowo-Hatta diberitakan bersiap mengepung kawasan Medan Merdeka saat putusan MK dibacakan.
Liputan dengan pengerahan massa besar seperti ini, ada nilai plus dan minusnya. Plusnya, bagaimana reporter seperti Danielisa Putriadita bisa memaksimalkan ‘atmosfir’ alias suasana yang didapatnya pada liputan itu menjadi kekuatan tersendiri. Namun, menjadi masalah kalau natural sound pada liputan itu justru menjadi semacam noise atau gangguan sendiri. Dalam kasus liputan ini, suara pengatur massa dan penjual makanan menjadi masalah sendiri.
Terlepas dari itu, ketenangan dan gaya Lisa melakukan wawancara sungguh mengagumkan! Bandingkan pula dengan konsistensinya saat liputan kampanye Partai Gerindra di Stadion Utama Gelora Bung Karno, dengan orasi Prabowo sebagai kekuatan atmosfirnya.
Catatan pengalaman
Menggunakan kamera Canon 600D, Lisa mulai merekam aksi para buruh sejak pukul 9 pagi. “Walaupun terik matahari menerpa, mereka tetap bersemangat dalam melakukan demo. Begitu pun dengan saya, panas matahari tak menjadikan saya malas untuk mengabadikan aksi buruh dalam video,” kisah Lisa yang bangga hadir dalam momen aksi melibatkan massa besar ini.
Setelah puas merekam aksi yang dilakukan buruh, guna mengumpulkan stok footage, aktifvtas Lisa selanjutnya adalah melakukan stand up. “Saya memilih untuk melakukan stand up dipinggir jalan yang sedang dilalui para buruh,” paparnya. Untuk melengkapi paket berita ini, Lisa juga mewawancarai salah seorang buruh, yaitu Iwan, yang sudah bekerja selama lima tahun. “Proses wawancara saya untungnya berjalan lancar, dengan satu kali pengambilan gambar saja,” urainya.