Saat bepergian ke luar benua, salah satu musuh terdekat bernama ‘jet lag’.
Jika Anda pernah melihat peta dunia berukuran besar yang biasa dipajang di tembok-tembok kantor atau sekolah, akan terlihat sebuah garis pembatas hari. Letaknya ada di sebelah kanan Australia, terus ke kanan, nah setelah Selandia Baru. Itulah garis imajiner penanda perbedaan hari. Yang di sisi kiri lebih cepat, sementara sisi kanan garis lebih lambat.
Nah, jika Anda membaca tulisan ini di Jakarta atau lokasi di wilayah Waktu Indonesia Barat, maka saya ada di seberang garis waktu itu. Jarak kita terpisah 17 jam, dengan keunggulan ada di tangan Indonesia. Dengan kata lain, kalau Anda membaca tulisan ini Hari Rabu pukul 16 atau 4 sore WIB, maka di kamar tempat saya mengetik di Maui, Hawaii ini masih Selasa pukul 23 malam.
Efek lain dari perbedaan waktu yang cukup tajam ini adalah jet lag, yang menurut kamus kesehatan diartikan sebagai “sebuah gangguan sementara yang menyebabkan kelelahan, insomnia, dan gejala lain akibat dari perjalanan udara melintasi zona waktu yang cepat. Gejala lain jet lag meliputi kecemasan, sembelit, diare, kebingungan, dehidrasi, sakit kepala, lekas marah, mual, berkeringat, masalah koordinasi, dan bahkan kehilangan memori. Beberapa individu dapat melaporkan gejala tambahan, seperti detak jantung abonormal dan peningkatan kerentanan terhadap penyakit.”
Kisah jetlag dan resep mengatasinya saat bepergian ke Belanda pernah saya ceritakan di sini. Pun saat dua tahun silam main ke mainland US. Saat itu, sudah masuk hari kedua di Washington DC, saya masih terkantuk-kantuk berat saat diajak berkunjung ke sebuah LSM yang menitikberatkan pada transparansi dana publik, kurang lebih sama seperti ICW atau TI lah kalau di Indonesia.
Kiat melawan jet lag
Pengalaman ke luar negeri saya belum banyak. Apalagi yang berurusan dengan jet lag akibat perbedaan waktu drastis. Dua kali ke Australia yang beda 3 jam lebih maju, Belanda 5 jam lebih lambat, US mainland yang beda 12-13 jam mundur, tak ada apa-apanya dengan perbedaan waktu yang kini lebih asoy bener: Hawaii Standard Time, 17 tahun di belakang Jakarta!
Menyadari jet lag jadi masalah tersendiri bagi 61 peserta dari 29 negara acara ini, panitia memberi catatan penting, yang setidaknya terbagi dalam tiga poin utama:
“It is very important for you to adjust to the Hawaii time zoe and fight jet lag in order to prepared for the season.
Some ways to fight jet lag is to drink more water, exercise, and use up excess energy. Anydaytime sleep will disrupt your body’s normal biological rhythms.
You need to stabilize your sleep pattern and organize your work and rest period to be able to get the most out of the seminar.”
Mudah? Enggak juga, Ini sudah masuk hari ketiga. Sore tadi saya masih terkantuk-kantuk di sesi refleksi petang. Mencoba tidur jam 9 malam, kini mendadak terbangun jam 1 dini hari waktu Hawaii, alias jam 6 sore waktu Jakarta. Pray for me, guys..
Mahalo! (artinya terimakasih), salam dari kamar 238 Haggai Institute Mid Pacific Training Centre, Maui, Hawaii…