Dua tahun berkutat menjadi produser dialog KompasTV, banyak cerita bisa dibagi. Ini tentang bagaimana kisah menemukan seorang legenda sepakbola Indonesia yang kini berprofesi sebagai …

Menjadi jurnalis, banyak cara untuk menemukan sebuah informasi menarik. Bisa dari riset serius, menghadapi komputer dengan jaringan internet selama berjam-jam, mencermati tumpukan kliping koran segunung, atau dengan cara santai, sambil berbaring memainkan telepon pintar.
Contoh kasus kedua saya dapat saat iseng bermain twitter. Ketika itu timnas U-19 sedang menjadi bahan pembicaraan pencinta bola, usai menjadi juara Piala AFF di Sidoarjo dan menghadapi kualifikasi Piala Asia di Jakarta. Teringat Evan Dimas dkk, teringat pula nama timnas Primavera di era 1990-an. Saya twit siapa saja ‘alumnus’ Primavera, dan bagaimana nasib pemain-pemain itu saat ini.
Saat itulah, twit saya berbalas dengan mention kawan. Abdul Rajis Khandy, seorang cameraperson KompasTV. Rajis memberi info ada seorang alumnus Primavera yang karirnya berbeda dengan kawan-kawannya. Kalau Yeyen Tumena sempat menjadi asisten pelatih timnas, Bima Sakti masih jadi jagoan di lapangan hijau, Alexander Pulalo menempuh jalan lain. Legenda sepakbola Semen Padang, Pelita Jaya, PSM Makassar, Arema, Persib, Persija, PSIS, dan Mitra Kukar itu asyik menjadi pengemudi mobil di sebuah stasiun televisi swasta. Alih-alih memanggil sebagai driver, kami di dunia televisi biasa menyebut profesi ini sebagai ‘pilot’.
Membujuk menjadi tamu dialog

Beberapa hari kemudian, saat mencari komentator menjelang pertarungan hidup-mati Timnas U-19 v Korsel, yang akhirnya dimenangkan Indonesia dengan dramatis 3-2, terpikir untuk mendatangkan Pulalo. Pria kidal yang saat bermain akrab disapa ‘kakak’ ini termasuk dalam skuad saat tim Primavera bertanding melawan Korsel di Gelora Bung Karno pada ajang Pra Olimpiade 1996.
Mulanya agak sulit membujuk Pulalo berkenan menjadi narasumber. Alasannya, “Saya sedang libur kerja, menikmati waktu bersama keluarga.” Lobby punya lobby, pria Papua yang kini tinggal di Sawangan itu pun bersedia. Jadi, kalau ia biasa menjemput narasumber untuk dibawa ke studio MetroTV, kini bapak kelahiran 8 Mei 1973 itu menjadi narasumber, dijemput secara khusus untuk live dialog dari pelataran GBK. Kepada saya, ‘kakak’ berkisah, bukannya tak ada klub yang menawarinya main bola, tapi kasus pemain ‘lupa’ digaji, menjadi pertimbangannya tersendiri bermain di Divisi Utama. “Daripada jauh-jauh bermain ke Solo atau Aceh, tapi di tengah jalan gaji saya tersendat, mending saya cari yang pasti-pasti aja.”
Pulalo hadir mengobati kerinduan penggemar bola. Mereka yang dulu ada di tribun dan dengan kencang berteriak menyebut namanya dalam chants, “Pu-la-lo, Pu-la-lo, Pu-la-lo!”