Program Travy alias Travelling to The City mengupas tuntas sisi terdalam sebuah kawasan. Menampilkan pusat kuliner di Jakarta Utara, inilah hasilnya dalam 3 segmen.
Yang patut dipuji dari kelompok ini yakni konsistensi konsep, dari Ujian Tengah Semester hingga Ujian Akhir Semester mata kuliah Editing Pasca Produksi Televisi Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Aprilia Josephine, Noviana, Meivi lsnihijah, Nesya, Amelita Risa, Devy Agita, Melisa Mulyasari, Anggie Cyndia, Sofie Chandra dan Eunike Iona mengangkat tema ‘Travy’ dengan destinasi berbeda. Kalau pada UTS lalu mereka mengubek-ubek Tangerang, kali ini tim bergeser ke Jakarta Utara.
Di Pantai Indah Kapuk, tiga resto jadi sasarannya, yakni Hawaiian Bistro dan dua resto Jepang, yakni Mainichi dan Shirokuma. Pembawaan Novi yang ceria amat mendukung keseluruhan program ini. Juga bagaimana saat ia menikmati dan mengulas setiap menu yang ada di hadapannya. Sayang memang, visual beberapa menu kurang detail. Juga ada ketimpangan audio, antara musik latar dan host, yang membuat factor suara jadi kurang optimal –di segmen kedua misalnya.
Mereka berkisah, saat mengambil visual untuk segmen pertama, masalah ada pada pencahayaan. “Awaltiba di lokasi, memang bentuk restaurannya menarik jika ditangkap langsung oleh indera penglihatan. Serba Hawaii, mulai dari ban pantai, lukisan Hawai, hingga para pelayannya menggunakan bajuHawai,” kata Nesya. Namun saat melakukan proses syuting, tim camera persons mengalami kesulita karena penerangan yang kurang memadai. “Memang kami membawa lampu untuk membantu penerangan namun, tidak memberikan pengaruh besar,” tutunya. Akhirnya mereka memutuskan mengambil gambar di dalam dan di luar resto. Perlu dua jam untuk pengambilan gambar bagi segmen pertama.
Lokasi kedua, Mainichi, dipilih karena menawarkan menu makanan yang, konon, sangat lezat. “Kami sudah melakukan riset sebelumnya,” papar mereka. Apalagi, pelayanan manajer restoran sangat memudahkan pengerjaan paket ini. Selain menceritakan sejarah dan konsep Mainichi, Bobby, sang manajer, bersedia membuatkan dua cangkir kopi untuk keperluan pengambilan gambar.
Beranjak sekitar 10 menit menuju lokasi ketiga, tim terhalang ‘waiting list’ karena padatnya pengunjung restoran Shirokuma. Beruntung, riset dan appointment sebelumnya, membuat project berjalan lancar, bahkan manajer Shirokuma bersedia re-take saat ada pengambilan visual kurang sempurna.
Membuat paket kuliner seperti ini tantangannya memang bagaimana bisa menampilkan visual-visual nan keren dan detail, untuk menghindarkan pemirsa dari kebosanan. ‘Bonus’ manajer membuatkan kopi –dan mengambil gambar prosesnya, termasuk dengan menggebrak-gebrakkan cangkir ke meja- merupakan kelebihan utama paket ini. Untuk shot-shot yang lama dan terkesan menjenuhkan, jangan segan-segan mempercepatnya –atau membuat dalam variasi apapun (time lapse, flash, atau apa saja). Ketiadaan CG yang cukup sering –hanya ditampilkan dalam beberapa menu- juga menjadikan ruang kosong dalam paket ini terasa kurang ‘hidup’.
Overall, tayangan yang menarik, setidaknya lebih baik daripada Travy episode perdana. Tinggal butuh polesan sana-sini agar lebih bervariasi dan lebih smooth…