Video perjalanan dua mahasiswi dibawa ke dua destinasi wisata berbeda. Terlalu banyak menonjolkan wajah pembawa acara, daripada keindahan lokasi yang dituju.
Sepuluh mahasiswa dalam kelompok mata kuliah Editing dan Pasca Produksi Televisi ini mengemas tema travelling ‘Beautiful Indonesia’. Hanna Maria, Michael Riwoe, Eunike Olivia, Arvia Benita, Venny Firstyani, Putri Helena, Mizan Amalia, Ajeng Sri, Indriyana Milantika, dan Dwinita Mardani bersepakat menggabungkan pesona Yogyakarta dan Batam dalam sebuah rangkaian cerita.
Alkisah dua mahasiswi Universitas Multimedia Nusantara (UMN) mengaku ‘bete’ karena tugas kuliah yang begitu menumpuk. Setelah berjanji bertemu di sebuah resto di Bumi Serpong Damai, Indriyana Milantika dan Putri Helna Amelia merencanakan liburan mereka -dalam ‘khayalan’. Uniknya, karena tak menemui kata sepakat, mereka berbeda tujuan. Indri memilih ke Yogya dan Putri alias Meme menunjuk Batam, daerah asalnya, sebagai tempat wisata favorit.
Segmen-segmen selanjutnya kemudian mengeksplorasi petualangan Indri di Yogya –antara lain di Malioboro dan Keraton- serta Meme yang mengenalkan Kepulauan Riau melalui Jembatan Batam, Rempang, dan Galang alias Barelang. Eh, tapi coba dicek, tuh. Mengapa ya Meme mengatakan, “Pulau Batam ini terletak di sebelah barat Pulau Sumatera….” Gak salah, tuh?
Sisi positif video ini tentu ada pada ide kisahnya. Gagasan atau konsep awal memegang peranan penting dalam sebuah perencanaan dan eksekusi liputan. Visual-visualnya cukup mewakili dua destinasi turisme yang mereka ‘jual’. Selain itu, pujian diajukan karena mereka ‘menghormati’ hak cipta/orisinalitas karya dengan menuliskan judul lagu dalam setiap musik latar yang mereka pakai.
Kritik dua kota
Untuk Yogyakarta, kritik ada pada beberapa hal. Misalnya, pemakaian clip on yang terlihat mengganggu, daripada –misalnya – ditempelkan saja di bajunya. Wisata Indri ke Yogya akan menjadi lebih bermakna kalau pasca produksinya diperkaya dengan CG, serta grafis yang sesuai. Misal saat ia menyebut, kota Yogyakarta dikelilingi tiga sungai besar yakni Kali Code, Winongo, dan Gajah Wong. Insert berupa grafis juga bisa ditampilkan saat Indri menyebut adanya ‘garis imajiner’ yang fenomenal di Yogya, menghubungkan Gunung Merapi, Tugu, Keraton, hingga Pantai Parangtritis
Tentu saja, catatan utama yakni liputan wisata Yogya lebih banyak mengambil gambar Indri daripada tujuan wisatanya sendiri. Bagi host atau reporter, penampilan wajah atau aktivitas dirinya perlu, untuk menunjukkan bahwa mereka benar-benar ada di lokasi liputan. Tapi, kalau tampilnya terlalu sering, malah lebih layak disebut ‘narsis’ daripada memaparkan tujuan wisata yang menjadi nilai utama karya itu.
Perjalanan Meme di Batam menarik karena bercerita banyak aspek, dari ikon pulau, sejarah pengungsi Vietnam, sampai kuliner sop ikan andalan. Kritik ada pada pencahayaan, menjadi over dan terkesan jumping bila dibandingkan dengan visual yang dihadirkan dari Yogyakarta.
“Kami meliput tempat yang jarang dikunjungi, dan juga memperkenalkan tempat umum yang tergolong masih baru masa berdirinya,” itu penjelasan Indri dan Meme mengenai pilihan tempat wisata yang sengaja menjauhi lokasi ‘mainstream’ seperti Bali dan Lombok. Pertanyaannya, kalau ingin menonjolkan lokasi wisata yang berbeda, mengapa harus ke Malioboro dan Keraton di Yogya serta Barelang di Batam? Banyak tempat unik yang jarang diketahui publik di dua destinasi itu.
Mereka juga mengaku ada masalah teknis dalam pengambilan gambar. “Selama syuting, ada saja kendalanya, seperti kendala teknis lightning. Kami syuting pukul 11 siang dan matahari sedang tinggi-tingginya. Kami harus mengatur kamera agar tidak backlight,” papar Meme. Sayang, hasilnya masih juga belum optimal. Pascaproduksi kembali membentur problema, karena keterbatasan alat editing. “Hanya ada 1 laptop dan 1 PC yang compatible,” dalih mereka.
Hal-hal teknis seperti ini tak akan bisa menjadi alasan pemaaf bagi pemirsa. Penonton tayangan di rumah menuntut yang terbaik saat menikmati sajian produksi televisi di ruang santainya. Jika yang ditonton under expectation alias kurang memenuhi harapan, the power is in the finger. Maka, persiapkanlah karya sebaik mungkin, tanpa ada excuse.