Notice: Undefined index: host in /home/jojr5479/public_html/wp-content/plugins/wonderm00ns-simple-facebook-open-graph-tags/public/class-webdados-fb-open-graph-public.php on line 1020

Perhatikan ‘Blocking’ Saat Take

Saat pengambilan gambar, perhatikan pasti estetika latar yang bakal terlihat di layar. Baik latar presenter saat bersiaran, dan juga reporter di lapangan.

Juga mengangkat topik keramaian Directioners menjelang konser Niall Horan dan kawan-kawan, Nina Tri Aulia N, Lucky Khaerul Fikri, Peter John, serta Nathania Anabele rela berjibaku dalam panas dan hujannya kawasan Senayan. Keseriusan kelompok ini mengerjakan Ujian Tengah Semester mata kuliah Jurnalistik Televisi Universitas Multimedia Nusantara (UMN) tampak saat mereka menyertakan sekuen presenter di ‘studio’. Untuk UTS tak ada kewajiban hadirnya presenter di studio, untuk  ‘toss’ ke presenter di lapangan.

Tapi, cobalah simak apa yang menjadi latar Bella –panggilan Nathania Anebele- berdiri. Kok berdiri di muka pintu? Apakah tak ada lokasi lain yang lebih proper dijadikan sebagai studio dadakan? Coba bandingkan dengan karya lain di blog ini yang juga menyertakan hadirnya presenter di studio. Ada yang di kafe, taman, studio TV UMN, ataupun perpustakaan kampus.

Persoalan bukan pada mahal tidaknya sewa lokasi, tapi bagaimana kejelian melihat estetika sebuah spot untuk dijadikan tempat shooting. Kalaupun latarnya tembok polos, toh bisa diolah sebagai studio melalui sarana virtual, desain grafis komputer yang ‘ditempel’ di belakangnya. Lha ini kok di pintu? Mau bikin berita atau reality show Penghuni Terakhir?

Masukan lain ada saat pascaproduksi mengedit take Bela membawakan lead live. Pada detik ke-22 dan 32 misalnya, ada pemotongan/flash karena mungkin terjadi kesalahan ucap atau gambar. Hal ini sama sekali tak diperbolehkan dalam dunia televisi, kalau harus take ulang, ya take ulang saja. Sama fatalnya kalau kita mencomot potongan SOT/kutipan narasumber, lalu menyambungkannya dari detik ke sekian, dan ditempel dengan omongannya beberapa sekon kemudian. Bukan hanya masalah pada visual yang jumping, tapi juga pada esensi makna yang disampaikan. Kritikan lain di sesi presenter, tak ada CG yang ditampilkan di sini.

Masuk ke penampilan Lucky sebagai stand-upper di lapangan. Selain ada black light yang muncul sekilas saat peralihan dari studio ke lapangan, kritik lain muncul pada konten. Lucky seharusnya tak perlu menyebut apa yang sudah tampak. Karena pemirsa sudah melihat tulisan ‘Gate B’ segede gajah, tak usahlah ia menyebut di mana posisi ia berada, karena bisa juga dibantu lewat CG. Langsung saja, straight to the point, bagaimana kondisi saat itu.

Beranjaka menemui Tania dan rekannya sebagai narasumber (siapa nama temannya?) harusnya reporter tak perlu menggunakan sapaan, “Mbak”. Langsung saja nama. Dari sisi pengambilan gambar, jangan terus menyorot group shot atau three shot. Saat narasumber mulai bicara, ambil close ke obyeknya saja. Coba juga ambil ‘variasi show’ lebih, misalnya minta tunjukkan tiket, merchandise yang mereka punya sebagai ‘fans kelas berat’ atau menyanyikan lagu-lagu yang mereka gemari dari One Direction. Dalam wawancara yang terlalu panjang dan monoton, bisa juga disertakan insert (tanpa suara) klip One Direction, misalnya.

Kesan peliputan

Nina berkisah, padatnya penonton membuat mereka sempat urung live report karena berdesak-desakan dengan penonton. “Setelah antre, masalah lain datang, yakni hujan deras,” kata Nina. . Mereka memutuskan untuk menunggu hujan reda untuk melakukan live report.

Kendala kerumunan massa di saat live ini harusnya bisa diatasi oleh anggota kelompok lain. Jaga ketat area ‘blocking’ yang akan dijadikan lokasi ‘take’, meski hanya berupa lingkaran kecil. Jadi, tak ada lagi tolerasi ada adegan orang lewat, atau kelebatan manusia menutup kamera seperti terjadi saat Lucky mewawancarai narasumber di detik 2:33 dan 2:57. Dua kecerobohan amat fatal dari sisi visual yang terganggu.

So, pilih dan jaga blocking terbaik, guys!

Leave a Reply

Your email address will not be published.