Pindah kerja dari perusahaan satu ke perusahaan lainnya memang menjadi hal lumrah dalam dunia bisnis. Namun, jika frekuensinya terlalu sering tentu kurang baik.
Halaman 38 Kompas hari ini menampilkan tulisan dengan judul di atas. Biasanya, suplemen Klasika dari halaman 33 sampai 38 ini menjadi bagian koran yang rawan dibuang, atau jadi ganjel lemari. Seapesnya, kalau ada pilihan dari mana dulu membaca tiga bendel Kompas: bendel cover, bendel ekbis & olahraganya, atau bendel Klasika, maka bendel yang terakhir jadi pilihan paling akhir.
Tapi, judul ‘Empat Pertimbangan Sebelum Pindah Kerja’ menjadi daya tarik alias ‘stopping power’ tersendiri. Meski setelah dicari ke mbah Google, ternyata artikel di Kompas itu bukan baru-baru amat. Hasil daur ulang tulisan serupa dua tahun silam, dengan modifikasi judul, dari semula ‘Empat Pertimbangan Sebelum Menerima Pekerjaan’.
Baiklah, saya copas mentah-mentah di sini isinya.
Sebelum menerima tawaran suatu pekerjaan, ada baiknya Anda memperhatikan detail-detail dari proses perekrutan.
Hal pertama yang bisa diperhatikan yaitu dari segi berkomunikasi. Cara berkomunikasi pihak perusahaan pada saat proses perekrutan bisa mencerminkan bagaimana Anda akan diperlakukan di perusahaan tersebut.
Dalam hal ini, bagian Human Resources (HR) memegang peran penting dalam berkomunikasi secara baik kepada calon karyawan. Beberapa hal yang menandakan bagian HR perusahaan kurang profesional, antara lain membatalkan janji tiba-tiba tanpa alasan yang jelas atau mempersulit proses aplikasi.
Hal kedua yaitu perhatikan reputasi perusahaan. Pada zaman serbadigital sekarang ini, mencari informasi tentang suatu hal sangat mudah berkat internet. Anda cukup mengetikkan nama perusahaan, beberapa hasil tentang perusahaan yang bersangkutan akan langsung keluar.
Di sini, Anda bisa melihat tentang seluk-beluk dan prestasi perusahaan tersebut melalui ulasan dan opini di internet. Namun, Anda perlu menyadari bahwa tak semua opini yang ada di internet itu benar. Bisa jadi, beberapa ulasan tentang perusahaan ditulis oleh rival atau mantan karyawan yang memiliki sentimen negatif. Oleh sebab itu, Anda patut menggali informasi lebih banyak dengan mencari dari berbagai sumber.
Hal ketiga yaitu cari tahu secara langsung kultur perusahaan yang bersangkutan. Jika Anda benar-benar tertarik bekerja di sebuah perusahaan, usahakan untuk datang ke sana. Hal ini dilakukan agar Anda bisa melihat secara langsung budaya kantor. Perhatikan bagaimana cara mereka saling berperilaku dan bertutur kata. Jika lingkungan di sana kurang cocok, ada baiknya Anda mem-pertimbangkan kembali be kerja di perusahaan tersebut.
Hal keempat yaitu perhatikan proses perekrutan. Sebuah perusahaan yang profesional biasanya akan melalui proses perekrutan standar, mulai wawan cara, tes, hingga pengecekan latar belakang. Jika Anda direkrut secara tergesa-gesa tanpa melalui prosedur-prosedur standar, bisa jadi perusahaan tersebut sedang dalam kondisi kurang baik.
Loyalitas dan bersenang-senang
Saya kagum pada beberapa kawan di sebelah saya, yang lebih dari sepuluh tahun ada di perusahaan yang sama. Saya sendiri sampai kini masih merasa, rekor bekerja terlama di sebuah perusahaan (media) yang empat tahun dua bulan seperti begitu sulit terpecahkan.
Masuk 19 tahun bekerja, terhitung sejak 1997 alias kuliah semester empat, setidaknya sudah merasakan 16 perusahaan, belum terhitung yang terbilang ‘proyekan’. Kadang seneng, sempat merasakan beberapa grup media besar. Tapi kadang ngeri juga lihat portofolio model gitu. Cari yang lebih baik, atau jiwa ‘kutu loncat’?
“Ah, itu kan berarti elo banyak pengalaman..”
“Ah, itu karena kamu kurang bersyukur…”
“Tapi kayaknya ini tempatmu yang terakhir, deh. Kan udah mendekati 40 tahun..”
Tapi, belum tentu juga ungkapan kawan-kawan saya itu benar.
Dibilang banyak pengalaman… Ah, dengan masa kerja yang masing-masing amat minim, tentu belum paripurna di setiap tempat itu. Saya pernah kerja di Tempo, tapi dengan jam terbang hanya 2 tahun 1 bulan, saya merasa belum ‘lulus’. Begitupula waktu-waktu pendek lain: hampir tiga tahun di grup Jawa Pos , dua kali di bawah bendera KG -masing-masing ‘hanya’ 1 tahun 11 bulan di Radio Sonora dan 3,5 tahun di Kompas TV. Dan sekarang amat menikmati di grup Transmedia, masih dalam kurun yang pendek.
Dibilang kurang bersyukur… Ah, pada beberapa kesempatan saya malah merasa seperti Jack Ma tadi. Masuk ke tempat yang tepat pada waktu yang tepat. Atau jangan-jangan itu karena ‘pembenaran’ saja? Tapi, ‘pembenaran’ juga bagian dari rasa syukur, toh…
Dibilang tempat terakhir karena sudah mengintip angka 40-an… Ah, hidup ini tidak bisa kita prediksi sendiri. Ada ‘kuasa’ lain, yang kadang kita tak mengerti mengapa bisa memungkinkan terjadi perubahan dalam waktu singkat.
Tulisan sahabat saya, Luthfi Subagio, ini menarik juga. Kadang orang bekerja tidak mencari gaji besar, branding perusahaan ternama, atau fasilitas menawan. Tapi, lebih kepada ‘apa’ membuat hidupnya jadi senang.
KISAH ANAK MUDA. Sore menjelang malam, saya ngobrol dengan seorang teman, kandidat doktor yang kini menjadi kunci sebuah perusahaan multinasional IT. Dia alumni silicon valey. Dia bercerita tentang anak muda yang dia rekrut tapi belum lama sudah ngebet keluar. “Kamu ini kurang apa, gaji oke, pekerjaan di perusahaan IT papan atas, kok mau resign,” katanya.
Pendek kata dia menolak kenaikan gaji dan fasilitas-fasiltas lain. “Akhirnya pendekatan aku ubah. Aku yang ikut dia. Maumu apa?” tanya teman ini pada anak muda itu. “Saya ingin kerja sambil jalan-jalan, pak.” “Oke, mulai besok kau pindah bagian dan kerjamu menginspeksi perusahaan di seluruh Indonesia. Deal!”
“Anak-anak muda sekarang kerja bukan hanya cari duit, tetapi juga cari kesenangan. Jadi kita nggak bisa maksa kalau dia nggak suka, “ kata si teman setengah kecut.
Jadi, mari kita bersenang-senang di tempat kita bekerja…