Sepakbola Timor Leste yang Semakin Menggeliat

Artikel ini dimuat di http://sport.detik.com/aboutthegame/read/2016/03/31/100936/3176451/425/sepakbola-timor-leste-yang-semakin-menggeliat?a991101mainnews

TLLiga Futebol Amadora menjadi tonggak sejarah kelahiran kompetisi sepakbola profesional Timor Leste. Beberapa ‘marquee player’ didatangkan dari negara tetangga yang sedang ‘mati suri’.

Dua bulan di awal 2000-an, untuk sebuah kegiatan sosial, saya terdampar di sebuah desa di ujung timur Timor Leste. Di Kampung Baduro, salah satu pelosok Distrik Lautem, tak ada hiburan modern yang dapat dinikmati warga. Tak ada listrik –tentu jangan bicara televisi dan internet, pun tak ada bahan bacaan rutin. Angkutan pedesaan menuju Lospalos, ibukota distrik yang berjarak 1,5 jam perjalanan, hanya hadir sekali sehari.

Praktis, hiburan murah meriah bagi para anak muda putus sekolah dan petani ladang di sana adalah olahraga. Sepakbola, menjadi katarsis utama bagi mereka yang terdera kemiskinan. Miro Baldo Bento de Araujo saat itu dikenal sebagai pesepakbola Indonesia sebelum 2005 memutuskan membela Timor Leste, menjadi pahlawan mereka. Miro mencetak tiga gol untuk timnas asuhan alm. Rusdy Bahalwan di Piala Tiger 1998, kini dikenal sebagai Piala AFF, pada turnamen yang sama saat tim Merah Putih terekam jejak kotor sepakbola gajah melawan Thailand.

TLDi lapangan berpasir samping gereja yang nyaris tak berumput, anak-anak muda macam Joao, Mario, dan Ferdinand seperti tak sabar menanti sore datang. Kala akhir pekan tiba, kami menuju Pantai Com yang indah. Di sana anak-anak baru gede itu menendang bola di atas lapangan pasir, tak ubahnya Philippe Coutinho kecil menari-nari di Pantai Copacabana.

Kegembiraan memuncak saat tiba waktunya digelar laga sepakbola antar kabupaten. Kami pun berbondong-bondong menuju Lospalos, dengan menumpang truk pasukan perdamaian PBB asal Korea. Secuil tanah di sudut Pulau Timor itu menjanjikan wajah-wajah antusias anak-anak yang gila bermain bola. Urusan skill nanti dulu, tapi semangat dan kerja keras mereka berbicara lebih dari teori.

Kenangan lima belas tahun lalu sudah berubah drastis. Kini, Republik Demokratik Timor Leste mencatat babak baru dalam sejarah sepakbola profesional mereka dengan lahirnya Liga Futebol Amadora (LFA). Tak tanggung-tanggung, Presiden Eksekutif LFA dijabat Nilton Gusmao, keponakan presiden dan legenda Timor Leste Xanana Gusmao, yang dikenal sebagai salah satu orang terkaya negeri berpenduduk 1,2 juta jiwa itu. Selain pengusaha di bidang tranportasi dan konstruksi, Nilton menjadi orang pertama di negara itu yang mendapat lisensi mengoperasikan tv kabel.

“Saya bahagia melihat pertandingan sepak bola dihidupkan kembali di negeri ini. Ini mimpi terbesar paman saya (Xanana Gusmão),” kata Nilton. Digelar sejak Februari lalu, 21 tim menjalani babak prakualifikasi, dengan 12 klub terbaik akan berada di divisi tertinggi pada musim pertama LFA.

Legiun asing dari Indonesia

Menarik mencermati ternyata LFA menjadi magnet bagi pesepakbola Indonesia. Karketu Dili FC merekrut Titus Bonai, Patrich Wanggai, dan Abdul Rahman. Tim ibukota lainnya, Carsae FC, memboyong Boaz Solossa, Oktovianus Maniani, dan Imanuel Wanggai. Sementara itu, Cacusan Clube de Futebol, yang dipastikan berlaga di Divisi II setelah tersingkir di prakualifikasi, mencoba mengobati kekecewaan penggemar mereka dengan mendatangkan trio Persiram Raja Ampat: Marko Kablay, Moses Banggo, dan Elfis Nuh Harewan.

Tak hanya pemain, kursi pelatih juga diisi coach yang malang melintang di ISL. Presiden Carsae FC Pedro Miguel Carrascalao, putra Wakil Perdana Menteri urusan manajemen dan administrasi negara Timor Leste Mário Viegas Carrascalão, sukses merayu Fabio Oliveira, eks asisten pelatih timnas Indonesia di era Nil Maizar.  Mantan pelatih Persija IPL dan Persita itu punya bekal kuat yakni berbicara dengan bahasa ibu yang sama dengan penduduk Timor Leste.

Adapun sang legenda Miro Baldo Bento, kini menjabat asisten pelatih merangkap pemain di FC Porto Taibesse. Koleganya, Joao Bosco Cabral –sebagamana Bento pernah memperkuat Persija Jakarta- menjadi salah seorang konseptor bergulirnya LFA.

Konon, klub-klub Timor Leste itu membayar gaji pemain dalam dolar AS, dengan kisaran 60-100 ribu dolar AS per musimnya, ditambah fasilitas apartemen dan mobil. Bagi pemain-pemain eks ISL, memastikan mengantungi –setidaknya- Rp 50 juta per bulan tentu sangat menggiurkan. Daripada bermain tanpa kontrak di dalam negeri, jadi pemain cabutan tarkam dari kota ke kota, atau main sinetron ‘Tendangan si Madun’ seperti dilakoni Okto dan Tibo.

Per Maret 2016 ini, Timor Leste bertengger di ranking ke-170 dari 209 negara yang ada di daftar peringkat FIFA. Adapun Indoesia, yang tengah menjalani masa pengucilan dari induk organisasi sepakbola internasional itu, berada di peringkat ke-178, dengan poin sama persis dengan yang didapat Laos dan US Virgin Islands di Karibia.

clubDalam sepuluh kali gelaran Piala Tiger dan AFF Cup, Timor Leste hanya sekali berpartisipasi di babak utama, yakni pada 2004. Rekor mereka di Malaysia saat itu, 4 kali main dan 4 kali kalah, memasukkan 2 gol, tapi kebobolan 18. Sementara pada perhelatan lainnya, tim O Sol Nascente alias Negeri Matahari Terbit ini selalu kandas di babak kualifikasi.

Charles Meluk, seorang sahabat di Dili, memaparkan betapa rakyat Timor Leste amat haus prestasi di olahraga menyepak si kulit bundar ini. “Timnas kami sering berlaga di turnamen internasional tapi minim pemain berkualitas,” katanya.

Menurut Meluk, selain berguna untuk mencari bibit pemain muda, liga nasional penting untuk membangun rasa kebersamaan di negeri dengan 13 distrik itu. Sayang, mereka baru memiliki satu stadion berkelas internasional yakni Stadion Nasional Timor Leste alias Estadio Municipal Dili berkapasitas 13 ribu tempat duduk. Stadion-stadion di distrik lain tengah dibangun agar geliat sepakbola terasa lebih merata. “Timor Leste tidak main-main dengan kebangkitan sepakbola negeri ini,” kata pekerja industri kreatif ini.

Jika saja reformasi sepakbola, grand desain atau apapun namanya, di Indonesia tak segera terwujud, dan berbagai pihak masih sibuk saling tuding, mungkin tahun-tahun mendatang kita tak hanya ketinggalan delapan peringkat dari Timor Leste. Bisa jadi, ‘tragedi’ tim yunior Timor Leste yang mempermalukan Garuda Muda 2-0 di Piala AFF U-16 di Stadion Manahan, Solo, September 2010, bakal lebih sering terulang.

Obrigado Barak, terimakasih banyak, telah mencoba membangunkan tidur panjang kami,  Timor Leste!

Sumber foto: Facebook Carsae FC, twitter @SuporterFC


* Penulis biasa disapa ‘Jojo’, lahir sebagai bonek Niac Mitra, Persebaya, dan Mitra Surabaya, dan besar sebagai pendukung virtual Liverpool. Sekarang bekerja sebagai koordinator peliputan CNN Indonesia TV. Pernah menjadi wartawan media cetak, online, radio dan televisi. Dua cita-cita yang belum terwujud dalam hidupnya: punya warung makan dan jadi manajer tim sepakbola. Twitter: @jojoraharjocom

Leave a Reply

Your email address will not be published.