Sebuah karya berita jurnalisme televisi merupakan gabungan dari tiga proses: pra-produksi (erencanaan), produksi (eksekusi) dan pasca-produksi (editing naskah dan visual, mixing, dll).
Dibuka oleh piece to camera (PTC) Jasmine Saputri, liputan ini sebenarnya memiliki bangunan cerita yang bagus. Bercerita tentang kritik atas pelaksanaan suasana nonton bareng Gerhana Matahari di Planetarium yang masih kurang memuaskan warga Jakarta dan sekitarnya. Dua anggota lain kelompok ini, Gusthia Sasky, dan Reyhan Alfarisi menunjang penampilan Jasmine dari balik kamera dan komputer editing.
Kalau bicara masukan konten, tinggal mempertajam show yang ada. Bagus di PTC penutup Jasmine menunjukkan seperti apa kacamata ultraviolet yang dibagikan panitia Nobar Gerhana di Planetarium, namun saat mbak pengunjung dari Bojong Gede menyatakan rasa syukurnya masih kebagian kacamata, taka da visual yang sesuai dengan itu. Seharusnya, bisalah mbak Bogor itu diminta menunjukkan kegembiraannya dengan kacamata yakng dimaksud.
Bicara keberimbangan, kelompok ini mengkritik kurang beresnya organizing dan penataan nonton bareng gerhana, tapi tak ada narasumber dari pihak Planetarium Jakarta yang mendapat kesempatan bicara. Dalam kaidah jurnalistik, hal ini tidak memenuhi unsur cover both sides.
Pada pasca-produksi alias proses editing, di sinilah tampak betapa tim ini harus bekerja keras lagi. Mereka mengirimkan dua video, satu dengan resolusi kecil dan satu lagi lebih bagus. Video pertama –yang tampil dengan frame- diklaim ada Chargen lengkap (faktanya hanya muncul saat ada nama Jasmine) sementara video kedua polos tapi tampilannya full frame. Semoga saat peliputan May Day sebagai tugas UAS, dengan jumlah anggota kelompok lebih banyak, mereka bisa memperbaiki ‘sajian masakan’ yang akan dihidangkan pada pemirsa.
Menjaga Blocking
Gusthia berkisah, selama peliputan kesulitan mereka yakni saat sedang ‘take’. Karena dilapangan hanya ada dua orang tidak ada yang dapat menjaga daerah sekitar saat PTC sedang on cam. “Maka tak jarang ketikan PTC beraksi ada orang yang lewat tepat di depan kamera. Kesulitan selanjutnya adalah mengambil gambar yang stabil, banyak orang membuat kamera tersenggol dan akhirnya gambar yang direkam goyang,” papar cameraperson yang diharapkan saat tugas selanjutnya tampil sebagai reporter on-cam (standupper).
Jasmine mengungkapkan kesulitannya sebagai reporter on cam, tak jarang reporter lupa dengan teks yang akan ia sampaikan. “Maka saya sebagai reporter harus mengulang kembali agar mendapatkan hasil yang sempurna,” paparnya. Mencari narasumber yang tepat juga agak sulit karena kami ingin mencari narasumber yang menjawab pertanyaan kita dengan baik bukan hanya sekedar menjawab “Oh ya, bagus acaranya”.
Reyhan sebagai penanggungjawab pasca-produksi menambahkan, tidak hanya dalam pengambilan gambar saja. Proses editing juga cukup sulit karena editor harus menyocokkan gerakan mulut dengan suara yang ada di rekaman. “Sehingga editor perlu memutar videonya berulang-ulang agar mendapat timing yang pas demi sinkronisasi audio dan visual,” jelasnya.