JAKARTA – Bertajuk ‘Pantja-Sila, Cita-Cita & Realita’, sebuah film dokumenter pidato Bung Karno tentang lahirnya Pancasila sebagai filosofi bangsa direncanakan diputar di jaringan bioskop XXI pada 17 Agustus 2016, bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-71.
Film berdurasi 80 menit ini adalah hasil produksi Jakarta Media Syndication & Gepetto Productions, disutradarai oleh Tino Saroengallo dan Tio Pakusadewo. Tio, peraih Piala Citra 1991, sekaligus berperan sebagai Bung Karno, satu-satunya aktor dalam film ini.
Pidato lahirnya Pancasila disampaikan oleh Soekarno dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) di di Gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila dalam komplek perkantoran Kementerian Luar Negeri.
Dalam pidato itu, Soekarno menjelaskan urgensi Indonesia untuk segera menjadi bangsa merdeka, diikuti dengan paparan filosofisnya tentang lima hal yang sebaiknya mendasari nafas serta kehidupan Indonesia sebagai negara baru itu.
“Ibaratnya, kemerdekaan saya bandingkan dengan perkawinan. Ada yang berani kawin, lekas berani kawin, ada yang takut kawin. Ada yang berkata: Ah, saya belum berani kawin, tunggu dulu gaji F 500. Kalau saya sudah mempunyai rumah gedung, sudah ada permadani, sudah ada lampu listrik, sudah mempunyai tempat tidur yang mentul-mentul, sudah mempunyai sendok garpu perak satu kaset, sudah mempunyai ini dan itu, bahkan sudah mempunyai kinder-uitzet, barulah saya berani kawin.
Ada orang yang lebih berani lagi dari itu, yaitu saudara-saudara Marhaen! Kalau dia sudah mempunyai gubug saja dengan satu tikar, dengan satu periuk: dia kawin. Marhaen dengan satu tikar, satu gubug: kawin.
Tekad hatinya yang perlu, tekad hatinya Samiun kawin dengan satu tikar dan satu periuk, dan hati Sang nDara yang baru berani kawin kalau sudah mempunyai gerozilver satu kaset plus kinderuitzet, — buat 3 tahun lamanya!
Saudara-saudara, soalnya adalah demikian: kita ini berani merdeka atau tidak?”
Soekarno tegas menyatakan, tekad untuk merdeka, jauh lebih penting daripada berpikir semuanya harus ideal dulu, baru kemudian Indonesia, saat itu berpenduduk 70 juta jiwa, menjadi bangsa yang bebas. Soekarno menekankan, justru kemerdekaanlah yang menjadi jembatan emas Indonesia menuju keadaan lebih baik.
“Seorang berkata, kita bangsa Indonesia tidak sehat badan, banyak penyakit malaria, banyak disentri, banyak penyakit hongerudeem, banyak ini banyak itu. Sehatkan dulu bangsa kita, baru kemudian merdeka. Saya berkata, kalau ini pun harus diselesaikan lebih dulu, 20 tahun lagi kita belum merdeka. Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita menyehatkan rakyat kita…”
Bagian paling penting dalam Pidato 1 Juni 1945, yang kini ditetapkan Presiden Jokowi melalui Keppres Nomor 24/2016 sebagai Hari Lahirnya Pancasila, adalah uraian Soekarno tentang ‘Weltanschauung’ atau filsafat nasional. Lima dasar negara yang dipaparkan Soekarno saat itu yakni Kebangsaan, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan.
“Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen,yaitu perkataan gotong royong. Negara Indonesia yang kita dirikan Negara gotong royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong Royong!” kata Soekarno diikuti tepuk tangan riuh rendah peserta sidang.
Pemersatu Bangsa
Film ini akan diputar untuk kalangan terbatas pada Rabu, 3 Agustus 2016 di Epicentrum XXI Kuningan, bersamaan dengan peluncuran buku serta website ‘Pantja Sila: Cita-Cita dan Realita’. Diharapkan, film ini akan diputar serentak di jaringan bioskop XXI dan 21 pada peringatan Hari Kemerdekaan ke-71 Indonesia pada 17 Agustus mendatang.
“Sebelumnya, kami sudah memutar film ini di antara pekerja seni di Taman Ismail Marzuki. Saat itu, sekitar 800 penonton mengapresiasi positif film ini,” kata asisten produser ‘Pantja Sila: Cita-Cita dan Realita’ Icang S Tisnamiharja.
Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden Eko Sulistyo menegaskan, film ‘Pantja Sila: Cita-Cita dan Realita’ memiliki unsur sejarah sekaligus edukasi. “Dengan menyaksikan film ini kita juga akan menyadari bahwa Pancasila itu orisinil gagasan Bung Karno, sebagai bapak pendiri bangsa,” kata Eko.
Pancasila, yang menjadi sentral dari film ini, sekaligus mengajarkan kita bahwa bangsa Indonesia dengan beraneka-ragam suku, bangsa, dan agama sangat diuntungkan memiliki satu pengikat yang tercermin dalam sila-sila Pancasila. “Banyak konflik di berbagai bangsa di dunia, baik itu konflik SARA maupun konflik antar etnis, terjadi karena mereka tidak memiliki alat pemersatu seperti Pancasila,” kata Eko. Karena itulah, amat penting generasi muda dapat menyerap pelajaran-pelajaran berharga dari film ini.
seperti ditayangkan di http://ksp.go.id/film-pantja-sila-gagasan-bung-karno-menyatukan-bangsa-majemuk/