JAKARTA– Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki menerima aspirasi dari petani tembakau terkait Rancangan Undang-Undang Pertembakauan. RUU ini merupakan salah satu yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2015-2019.
Dalam pertemuan di ruang kerjanya, Selasa, 30 Agustus 2016, Teten mendengarkan masukan dan testimoni Sukiman, petani tembakau dari Klaten, Jawa Tengah.
“Bertani tembakau sekarang tidak lagi menguntungkan. Karena itu, kami memilih berpindah ke tanaman lain seperti kopi,” kata Sukiman, yang tinggal di sebuah desa di ketinggian 1.200 di atas permukaan laut di lereng Gunung Merapi. Sukiman mengisahkan, banyak petani yang hidupnya terjerat hutang karena kebiasaan merokok yang susah dikendalikan. “Lebih dari 30 persen pengeluaran rumah tangga digunakan untuk membeli rokok,” katanya.
Sukiman didampingi beberapa aktivis yang menolak RUU Pertembakauan, antara lain Sudibyo Markus, Tien Sapartinah, Deni Kurniawan, Rohani Budi, dan Triningsih dari Indonesian Institute for Social Development (IISD).
RUU Pertembakauan dinilai merugikan petani tembakau dan justru menguntungkan industri rokok. “Road map industri rokok selalu menargetkan produksi yang meningkat drastis, dan ironisnya target itu selalu terpenuhi dari tahun ke tahun,” kata Sudibyo. Ia memaparkan, target produksi rokok di Indonesia yang semula 260 miliar batang pada 2015-2025 terlewati dengan capaian 346 miliar batang pada 2014. Untuk itu, pada 2020, target produksi rokok di Indonesia dipatok mencapai 524 miliar batang per tahun.
IISD juga menyampaikan hasil penelitian berjudul ‘Petani Tembakau di Indonesia: Sebuah Paradoks Kehidupan’. Simpulan dari riset itu menyatakan bahwa, Indonesia merupakan negara agraris yang membiarkan petani hidup dalam kemiskinan.
“Petani tembakau Indonesia adalah bagian dari paradoks yang diderita petani pada umumnya. Walaupun tembakau bukan produk tani unggulan, namun kini produk tembakau di Indonesia mengalami masa keemasan, dengan pasar yang menguntungkan,” ungkap IISD.
Para aktivis ini juga meminta agar pemerintah segera meratifikasi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). “Justru dengan meratifikasi FCTC, Indonesia bisa lebih leluasa memperjuangkan kepentingan petani,” kata Sudibyo.
Teten Masduki yang didampingi Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan Noer Fauzi Rachman berjanji akan memperhatikan masukan dari kelompok ini, terutama terkait proses legislasi RUU Pertembakauan di DPR. “Pemerintah tentu akan memperhatikan baik-buruknya, apakah sebaiknya RUU ini disetujui untuk diundangkan atau tidak. Bagaimanapun, suara rakyat seperti petani tembakau harus didengarkan,” kata Teten.
Seperti ditayangkan di http://ksp.go.id/ksp-terima-aspirasi-petani-tembakau/