Paket feature ini punya setidaknya dua keunggulan: angle yang fokus dan berhasil mendapat figur terkenal sebagai narasumber. Masih ada catatan kekurangan.
Kelompok ini -Jessica Damiana, Nathania Zevwied, Abraham David, Bintang Jaya dan Yohanes Bintang – juga mengambil event ‘Tole-Run’ sebagai project bertema kebangsaan dan penguatan keberagamaan sebagai ujian akhir mata kuliah Feature Media Siar Universitas Multimedia Nusantara. Bedanya, kalau kelompok lain meliput ‘Tole-Run’ di Jakarta Pusat, mereka memilih kegiatan serupa di Serpong. Hanya 30 peserta tak jadi soal, karena intinya adalah menggemakan pesan yang disampaikan lewat aksi simpatik itu.
Bagusnya, di antara banyak angle yang terserak dalam sebuah peristiwa, tim ini terfokus pada ‘sepatu belang’ dengan lead narasi: “Pernahkah Anda membayangkan berlari dengan sepatu yang berbeda warna antara kanan dan kiri? Nah, konsep perbedaan itulah yang diwujudkan dalam acara ‘Tole-Run’ ” dengan shot visual selaras dengan narasi dan PTC cukup komunikatif, sayangnya Jessica tak menunjukkan penggunaan sepatu belang dimaksud, hehehe…
Kelebihan lain, mereka berhasil mendapat narasumber ‘prominance’ alias publik figur, yang menjadi salah satu syarat sebuah nilai berita. Tentu saja, mendapatkan soundbyte Maylaffayza dan Muhammad Farhan membutukan gabungan antara keberanian dan keberuntungan. Well done. Sedikit masukan, perlu tambahan percaya saat menghadapi publik figur sekelas Farhan. Sayang saat sudah berhadapan muka dengan muka, visualnya tak utuh dan sebagian footage nya tampil dalam ‘gambar wayang’ alias tampak sebelah muka saja.
Testimoni peliputan
Jessica sang reporter berkisah tentang kisah epik mereka, saat liputan lupa membawa memory card untuk kamera. “Kami sempat panik karena kehilangan momen saatmereka berlari. Sampai titik ini, memory card belum juga ada,” paparnya. Untuk tahap awal, PTC-nya direkam dengan i-phone.
Setelah memory card sudah ada, barulah mereka merekam wawancara dengan penyelenggara, Maylaffayza, dan Farhan. Namun, dengan rasa percaya diri membawa mikrofonboom yang dihubungkan ke kamera, ada saja kecelakaan karena mikrofonnya lupa dinyalakan.
“Untungnya ada anggota tim yang merekam wawancara. Saat proses editing kami turut menggunakan rekaman suara dari handphone. UAS pun terselamatkan!” urainya. Sebuah pelajaran penting bagaimana check alat menjadi hal penting dalam eksekusi liputan.
Nathania sang penulis naskah awalnya kaget saat tahu peserta ‘Tole-Run’ hanya mencapai 27 orang.
“Kami sempat ragu, apakah kami bisa mendapat belanjaan gambar yang bagus. Karena secara kasat mata, gambar kami akan miskin. Terlebih lagi, kami tidak sempat merekam saat merekasedang berlari keliling Summarecon,” paparnya.
Beruntungnya, dari 27 peserta itu, ada dua orang tokoh yang cukup luar biasa yang dapat dijadikan nilai berita. “Senang sekali ketika kami dapat merekam mereka. Sehingga yang tadinya kami ragu dengan hasil gambar belanjaan yang miskin, setidaknya ada nilai berita dan statement menarik terkait keberagaman,” urai Nathania.
Abraham David dan Yohanes Bintang bahu membahu menjadi camerapersons dengan segala ‘slip’ yang mereka lakukan tadi. Bintang menggunakan Canon 600D dengan lensa 18-135mm sebagai kamera untuk mengambil footage dengan kamera master ada pada Abraham. Kerja meraka disempurnakan oleh Bangkit Jaya sebagai koordinator penyunting gambar (editor) yang bertugas memadukan stok visual hasil liputan.