Anak muda berbadan tegap itu gelisah melihat ‘pasukan’ di sekitarnya beberapa menit belakangan duduk monoton, menyaksikan pertandingan sepak bola bak nonton wayang. Ia berinisiatif ke depan tribun, sedikit naik pijakan dan bersandar di pagar pembatas. Sejurus kemudian, suara lantangnya berteriak memberi komando untuk ditirukan kawan-kawannya, “I-ndo-ne-sia… I-ndo-ne-sia…”
Lagu-lagu ‘klasik’ suporter sepakbola pun meluncur darinya sebagai dirijen, diikuti dentum drum bertalu-talu. Ada chant ‘Garuda di Dadaku’, juga ‘Ayo Indonesia’, yang awalnya berasal dari ‘Vamos… Vamos Chile’ dan mulai dinyanyikan Aremania sejak 1997.
Nama sang konduktor suporter itu Romendo Saputra. Pangkatnya Prajurit Satu dari Batalyon Infanteri Para Raider 305/Tengkorak bermarkas di Teluk Jambe Timur, Karawang. Bersama ratusan kawan batalyonnya, pria asal Bangka Barat ini penuh semangat datang ke Stadion Pakansari, menyaksikan laga perdana tim nasional Indonesia di bawah asuhan Luis Milla Aspas dalam tanding persahabatan melawan Myanmar, Selasa, 21 Maret 2017.
Pasukan Yonif 305 tak sendirian mendukung timnas Indonesia sore itu. Di antara 13.250 penonton yang hadir di stadion berkapasitas 30 ribu orang ini, juga ada suporter-suporter ‘elit’ lain, terutama dari Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Ada yang datang dari Mako Kostrad di Medan Merdeka Timur Jakarta, dan tentu saja dari Divisi Infanteri 1/Kostrad di Cilodong serta Detasemen Polisi Militer 1/Kostrad, Batalyon Artileri Medan 10 di Ciluar, yang jaraknya tak terlalu jauh dari stadion di Cibinong itu.
Dari atribut mereka, tak hanya pasukan tempur pimpinan Letjen Edy Rahmayadi itu saja yang dikerahkan. Ada pula anggota Kodim 0508/Depok, Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas TNI AU) sampai Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) TNI AL. “Kami berangkat pukul 13.30 dari Tanjung Priok,” kata salah seorang anggota Kolinmalil berseragam kaos putih biru. Singkatnya, tribun pintu 5 atau di belakang gawang utara benar-benar dijejali pendukung timnas paling ‘militan’, pasukan militer yang dikerahkan khusus untuk memastikan Febri Haryadi dan kawan-kawan tak kehilangan semangat juang di lapangan.
Sempat berada di atas angin berkat gol sundulan Ahmad Nur Hardianto hasil umpan rekan seklubnya di Persela Lamongan Saddil Ramdani, Garuda Muda harus mengakui keunggulan Myanmar, yang memainkan kombinasi tim senior dan yunior.
Puluhan penonton memilih keluar dari stadion sebelum wasit Clifford Daypuyat dari Filipina meniup peluit panjang. Layang-layang harapan mereka bak patah diterpa angin karena tak sesuai impian menginginkan kemenangan dalam debut tim besutan Luis Milla. Padahal, Milla sendiri menegaskan, pertandingan ini baru awal dari sebuah perjalanan panjang.
“Bagi saya kalah menang itu biasa. Kalau dilihat secara permainan, timnas tadi sudah lumayan. Dengan kekalahan ini kita juga bisa tahu kekurangan timnas. Ke depan lebih baiklah,” kata Romendo.
Penggemar Juventus itu terus memberi semangat kawan-kawannya, mengepak alat-alat musik mereka, berjalan teratur ke luar stadion, menuju truk dan bus kesatuan menuju markas masing-masing.
Terlepas para supporter ‘elit’ ini buah dari pengerahan komando, kehadiran mereka menjadi inspirasi tersendiri. Setidaknya ada tiga poin: tetap datang ke stadion di hari kerja, teriakan dan nyanyian nyaris tanpa henti sepanjang laga, serta tak patah arang saat kekalahan menjadi hasil akhir.
Sayup-sayup terdengar lagu yang dinyanyikan suporter militan ini di tengah pertandingan. Sebuah nyanyian ciptaan Imron, pedagang besi tua yang dikenal sebagai ‘die hard’ Bonek Persebaya. Diciptakan dalam play-off Indonesian Super League, Juni 2009 di Stadion Siliwangi Bandung, ‘Iwak Peyek’ kemudian lebih populer saat dibawakan Orkes Melayu Sagita dan Trio Macan.
Bayangkanlah lirik dan irama ‘Iwak Peyek’ diteriakkan oleh pasukan tempur tentara kita…
“Iwak peyek, iwak peyek,
iwak peyek sego jagung,
sampek elek, sampek tuwek,
sampek matek tetap didukung….”
* Penulis biasa disapa ‘Jojo’, lahir sebagai bonek Niac Mitra, Persebaya, dan Mitra Surabaya, serta besar sebagai pendukung virtual Liverpool. Pernah bekerja sebagai koordinator peliputan Kompas TV, CNN Indonesia TV, serta menjadi wartawan media cetak, online, dan radio. Saat ini sebagai Tenaga Ahli bidang Komunikasi Politik pada Kantor Staf Presiden. Dapat dihubungi melalui twitter: @jojoraharjocom
Sebagaimana ditayangkan di http://www.juara.net/read/kolom/kolom/172859-suporter.militan.di.sekitar.luis.milla