Meliput konser dan kemeriahan atau antusiasme penonton memiliki tantangan tersendiri. Tantangannya, jangan jadi paket liputan atau live report yang standar banget.
Tim yang terdiri dari lima orang ini – Stefani Sandika, Septiandi Rusli, Verren Wijaya, Deddy Darmanto, dan Annisa Rosa- mengerjakan project Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Jurnalisme Televisi Universitas Multimedia Nusantara dengan meliput BTS, alias Bangtan Boys, boy band dari Korea yang awalnya dikenal dengan Bangtan Sonyeondan.
Datang ke Indonesia Convention Centre (ICD) di kawasan Bumi Serpong Damai, tim ini menghasilkan liputan komprehensif. Gambarnya tajam, dengan bumper pembuka oke, dan format CG/chargen yang tertata rapi.
Tapi, baiklah, tak akan maju bila yang disampaikan ke mahasiswa adalah puja-puji saja. Bukankah kata Tukul Arwana, pujian adalah teror? Kerja keras yang digalang memang luar biasa, tapi mari kita lihat sisi kurang dari project akhir ini.
Kelemahan awal karya ini, setelah Opening Bumper Jojo’s TV dibuat dengan keren, ada pada penampilan wardrobe Septiandi. Ia terlalu casual sebagai seorang anchor. Meski, mungkin bisa saja disampaikan bahwa ini siaran weekend, terbukti dengan latar pengambilan ‘take host’ nya yang dilakukan di luar ruangan. Walaupun siaran akhir pekan dan digelar outdoor, rasanya masih lebih baik jika Septiandi memakai kemeja dan bukan polo shirt.
Dari sisi pengucapan lead berita, Sep kurang tegas saat ia menyatakan, “Kemarin, kita sudah ada rekan Stefani yang berada di sana untuk penukaran tiket…” Lha… Stefani ke sana untuk liputan atau menukarkan tiket dalam kapasitasnya sebagai penonton? Seharusnya, Sep mengatakan, “Sudah ada rekan Stefani yang berada di sana untuk meliput jalannya penukaran tiket…”
Demikian pula saat layar beralih ke Stefani. Untuk mempersingkat waktu dan demi kesejajaran jurnalis dan narasumber, baiknya ia tak perlu bersalaman dengan pihak yang diwawancarai. Sebelumnya, Stefani berkata, “Dapat kita lihat suasana siang hari ini sangat ramai…” Saat reporter berkata begitu, sebaiknya visual mengikuti. Kamera live panning atau dokumentasi footage bisa dikeluarkan unutk menjelaskan suasana keramaian yang dimaksud Stefani.
Di sesi live Annisa, belajarlah lebih luwes. Termasuk penggunaan kata sapaan. Mendengar kata ‘kalian’ seperti kurang asyik dibandingkan memanggil nama langsung narasumber. Cobalah misalnya kalian diganti dengan sapaan nama. Ingat, nama merupakan ‘musik’ terbaik yang didengar oleh manusia.
Pada sesi Deddy mewawancarai live penjual merchant, masukannya sama dengan sang host. Busana alias wardrobe. Sebaiknya reporter tidak memakai kaos atau t-shirt, tapi menggunakan baju berkerah.
Konsep Ide
Stefani dan kawan-kawan berkisah, kelompoknya memutuskan untuk mengambil tema konser BTS, karena liputan konser merupakan hal yang baru, serta belajar mengambil sebuah angle yang ringan.
Mereka pun dua hari meliput BTS bersenjatakan tiga buah kamera DSLR, dua buah handphone untuk recorder, dan dua buah tripod.
Padatnya agenda kuliah lima orang ini sempat menjadi kendala. Namun, mereka yakin harus ada solusi dibuat. “Kita harus lebih kompak dalam menjalankan tugas yang dilakukan secara kelompok. Meskipun, kita tidak begitu dekat dan mengenal satu sama lain, namun tugas ini merupakan tugas perkelompok yang artinya ialah dilakukan secara bersama-sama dan berjuang bersama,” kata Verren.
Tim ini pun berprinsip bahwa ‘satu kena semua kena’ yang berarti harus lebih dapat mentoleransi dan memberikan waktu untuk mengerjakan tugas agar dapat cepat selesai dengan baik.
Well done, guys!