Fokus Isunya, Mudah Mengemasnya, Sampai Pesannya

Sebuah angle yang dibuat amat khusus membuat liputan mudah dibuat dan pesan yang disampaikan pun jadi lebih tajam.

Brenda Eka, Jessica Kristanti, Mentari Senya, Nadya El Nuha, Shofa Nurjannah, dan Tasya Tikadhanika kembali bekerja bareng dalam project mata kuliah Jurnalisme Televisi Universitas Multimedia Nusantara, kali ini untuk Ujian Akhir Semester.

Secara umum, liputan mereka ke venue konser Wings Tour BTS di Indonesia Convention Centre sangat keren. Tak terlalu banyak termakan oleh beragam keriuhan di sana, tim ini fokus pada satu isu: penjual merchandise yang meramaikan konser bersegmen anak baru gede fans budaya Korea itu.

 

Baik dalam paket liputan pengantar live maupun saat live sendiri, tim ini konsisten membawa tema ‘side bar’ itu sebagai materi liputan. Apakah ada kekurangannya? Tentu saja.

Sebagai media audio visual, sebaiknya memang narasi atau ucapan yang disampaikan pengisi suara paket maupun reporter sebaiknya disesuaikan dengan gambarnya. Selaras antara kata dan visual. Misalnya, saat Jessica ber-PTC dalam paket pengantar liputannya menyebut aneka barang yang dijual, “Kipas, gantungan, tas, banner, berbagai jenis bando dan sebagainya.”

Liputan live Senya yang ber-‘tek tok’ dengan anchor Brenda menjadikan suasana siaran langsung menjadi asyik dilihat. Wardrobe dan penampilan ceria Brenda amat menunjang. Namun, kritikan tertuju saat ia mengajak Icha, sang penjual bando BTS. Tak ada sekuence saat Icha menjajakan dagangannya atau berdiri di lapaknya. Penampilan Senya berdiri bersama Icha tak menunjukkan narasumbernya sebagai seorang penjual souvenir, tapi nyaris tak beda dengan penggemar BTS lainnya.

The rest is oke. Mengambil SOT dari end-user atau pembeli barang dagangan untuk menunjukkan antusiasme dan kisaran harga barang itu menjadikan liputan ini kaya.

Pentingnya persiapan logistik

Meski bertugas sebagai host, Brenda Eka pun turun ke lokasi liputan. Ia bercerita, saat peliputan cuaca lagi panas terik dan ramai dari para fans BTS yang menonton konser, suasana crowded membuatnya pusing dan rencana kelompok jadi berantakan. “Tetapi hal itu tidak membuat kelompok kami pantang menyerah mengambil gambar untuk tugas UAS,” kenangnya.

Jessica dan Senya, sang reporter PTC dan live juga mengungkapkan kisah serupa. Selain panas terik, ia harus mengulang beberapa kali take sebagai reporter. Untungnya ini ‘ujicoba’ dalam kuliah ya, bukan live di tv beneran yang tak bisa di-take ulang. “Sering saya mengulang kembali script live karena ada kesalahan teknis. Walaupun ada kendala, namun kelompok kami bisa menghadapinya,” paparnya.

Begitu pula kata Senya yang tak bisa menyembunyikan nervousnya. “Saya memakai handphone untuk audio saat perekaman agar suara saya lebih jelas ketika diedit,” urainya. Ia mengungkapkan, tim peliput kelompok ini menggunakan tiga camera.”Satu untuk center, dua lainnya menghadap samping dan ada yang merekam narasumber,” bebernya.

Nadya, Tasya dan Shofa mengungkapkan rasa excitingnya bekerja sebagai campers meski ada beberapa kendala. “Kesan meliput konser BTS ini menyenangkan sekaligus melelahkan. Karena ini pertama kalinya saya meliput sebuah konser, euforia para penggemar sangat terasa, ramai sekali. Saya sampai kebingungan mencari teman sekelompok saat itu,” kata Nadya.

Nadya menceritakan kendalanya saat liputan tiba-tiba baterei habis, sementara Shofa mengenang kisah kameranya sempat panas banget. “Saat peliputan terdapat insiden kamera panas sehingga kamera menjadi mati dan beralih ke opsi kedua menggunakan mirrorless,” cerita Shofa.

Tasya pun menekankan pentingnya persiapan jelang liputan. Solusinya adalah harus benar-benar persiapkan baterai kamera, dan pastikan memori muat banyak. “Jika memang baterai kamera cepat habis, jangan gunakan kamera untuk hal yang tidak perlu. Hemat baterai untuk yang lebih penting, dan pakai kamera yang baterainya lebih hemat dan kuat untuk pengambilan gambar pada angle utama,” ungkapnya bijak.

Leave a Reply

Your email address will not be published.