Paket Minimalis Liputan Konser

Datang berlima meliput konser BTS di Serpong, sayang hanya satu wajah muncul di lapangan dan satu lagi di studio.

Daniel Ramos dan empat kawannya –Adrio Faresi, Tobias Edison, Verdian Ageng, dan Mikael Sanjaya – meliput konser BTS, boyband Korea yang menggelar konser di hadapan ribuan ‘Army’ atau fans berat ya di kawasan Serpong, Tangerang Selatan sebagai project Ujian Akhir Semester mata kuliah Jurnalistik Televisi Universitas Multimedia Nusantara.

Sayang memang, hanya dua orang yang kelihatan di layar. Padahal, sejak awal pembuatan project ini sudah dibuat skema agar semakin banyak yang tampil, dan semakin banyak pula kepercayaan diri terbangun. Setidaknya, bisa maksimal lima orang beraksi di kamera: duo host, satu PTC dalam paket dan dua reporter live di lapangan.

Membawakan program berita ‘Pemuda Siang’, Ramosl cukup konfiden sebagai anchor. Dandanan alias wardrobe, gaya bicara dan penampilannya taktis. Lebih bagus lagi memang jika ada semacam plasma kecil di sudut kanan menampilkan ilustrasi berita apa yang akan ditampilkan. Running text pun menjadi penambah variasi layar yang keren, meski ada kata-kata atau ejaan yang perlu dikoreksi dalam pesan berjalan itu.

‘Tos’ ke reporter Adrio di kawasan ICE Serpong juga berjalin mulus sejak menampilkan split antara studio dan kondisi di lapangan. Boleh-boleh saja reporter bergaya memegang earphone di telinganya, untuk mempertegas pesan apa yang disampaikan oleh kawannya selaku host di studio. Namun, janganlah aksi memegang telinga itu dilakukan terlalu lama, hehehehe… Kalau ini terjadi, berarti ada yang salah dengan earphone… atau telinganya…

Secara keseluruhan, project ini oke. Masukannya, ya itu tadi. Seharusnya ada lebih banyak wajah tampil, di PTC maupun reporter live. Imbasnya, karena minimnya partisipan tim, karya mereka pun hanya berdurasi singkat, di kisaran 4 menit. Padahal, kelompok lain ada yang menembus 7-8 menit karena variasi show yang beraneka. Catatan lain ada pada minimnya CG yang ditampilkan sepanjang program berita itu.

Belajar berganti peran

Sang reporter lapangan, Adrio Faresi berkisah, pada UAS kali ini ia berganti peran. “Jika pada UTS kemarin saya menjadi campers, kali ini saya menjadi reporter yang melaporkan langsung dari lapangan,” ungkapnya.

Adrio memaparkan, ternyata menjadi reporter tidak semudah kelihatannya. Saat bicara, lidah rawan terpeleset sehinga beresiko mengulang, apalagi jika dalam laporan terdapat kata-kata sulit. “Untuk kendala itu, solusi yang saya temukan adalah mengurangi kecepatan bicara dan buka mulut selebar mungkin saat bicara,” urainya.

Ramos sebagai news anchor menuturkan alasannya ingin mencoba bagaimana menjadi pembawa acara. “Selain itu, saya juga ingin menambah pengalaman, di mana biasanya saya berperan sebagai campers atau reporter di lapangan,” kata Ramos. Disimpulkannya, pada kali ini job desk menjadi anchor lumayan sulit pada awalnya karna harus menghafal script lalu berposisi bagus dalam membacakan berita mulai dari tersenyum di depan kamera serta berpenampilan rapi.

Editor Verdian mengungkap kendala di lapangan berupa kondisi yang lebih ramai dari perkiraan. “Keramaian itu membuat saya kesulitan untuk menentukan tema apa yang akan kami angkat. Tapi semua berhasil kami lalui karena kerjasama tim yang sangat luar biasa,” katanya.

Juru kamera Tobias Edision mengakui, ia mengambil job desk campers karena merasa memiliki kemampuan dalam bidang foto dan video. “Liputan kali ini cukup menarik untuk saya karena sebelumnya saya sendiri belum pernah meliput konser boyband yang di mana hampir keseluruhan penontonnya adalah wanita. kesulitan terjadi disini karna seluruh anggota tim kami adalah laki-laki yang tidak suka dengan musik aliran ini,” paparnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.