Pelajaran penting: Siapkan logistik cukup menuju perang.
Andreas Fan, Reza Saraswati, Vivi Shilvia, Prisca Ananda, dan Mahesa Karunia bertekad menyajikan yang terbaik dalam tugas praktek yang menjadi persyaratan penilaian Ujian Tengah Semester mata kuliah Program Produksi TV Universitas Multimedia Nusantara.
Tim ini menampilkan duo anchor. Namun, kritikan awal pada nama anchornya. Mengapa hanya menulis satu kata nama pentiarnya dan bukan nama lengkap ‘Reza Saraswati’ dan ‘Mahesa Karunia’?
Hard newsnya mengangkat tentang pengoperasian ‘Skytrain’ yang membuat Bandara Soekarno Hatta sejajar layaknya bandara-bandara besar dunia. Problemnya masih sama, tidak memberikan paket pengantar liputan sebelum live report. Padahal paket pengantar liputan (atau setidaknya VO) dapat menjadi bahan materi kuat bagi pemirsa sebelum menyaksikan siaran langsung kondisi terkini.
Secara pengambilan gambar sih sudah oke, saat Prisca live diselingi gambar ‘real time’ Skytrain yang tengah melaju dan nampak pemandangan di sekitar bandara dari atas. Lagi-lagi, CG yang kurang menjadi nilai minus pada setiap berita yang ditampilkan.
‘Tek-tok’ atau chit-chat, ngobrol antar presenter juga keren. Inilah kelebihannya single atau duo anchor. Ada suasana ringan yang terbangun saat duo host bicara, apalagi jika chemistry antar mereka sudah terbangun.
Paket feature kuliner, Lagsana menjadi hidup dengan musik pengiring yang pas. Sayang kenapa tidak ditulis (atau disebut anchor) siapa reporter yang jalan-jalan ke lokasi kuliner khas ini pada awal paket? Sayang Vivinya dong, jadi tidak terkenal dan terekspose. Di sinilah kehadiran CG menjadi penting, bukan hanya sebagai penekanan berita apa yang ditampilkan tapi juga dalam penyebutan reporter atau narasumber. Nama Vivi baru muncul di layar saat hendak wawancara narasumber.
Satu lagi, pleaseeee… akurasi! Masak Tangerang, provinsi Banten, disebut sebagai bagian dari Jawa Barat. Tangerang memang pernah menjadi bagian dari provinsi Jawa Barat, tapi itu sudah hampir dua dekade lalu. Kritikan lain ada pada suara-suara instruksi yang masih ‘bocor’.
Closing atau pesannya sih sudah disampaikan dengan pas oleh Vivi: “Masakan itu bisa dikatakan lezat terletak pada bumbu, cara pengolahan, dan cara penyajiannya. Jadi, apapun makanannya dan di manapun tempatnya, jika memang enak, pasti akan dicari orang.” Mantap, setiap karya, baik tulisan maupun audio visual, harus ada pesan jelas yang disampaikan.
Paket ‘And Finally’ semua bagus, kecuali CG yang amat minim. Padahal, CG itu bisa menjelaskan banyak tentang keterangan film ‘Justice League’ yang sedang dibahas.
Kesan peliputan
Juru kamera Andreas Fan berkisah tantangan yang dialami sebagai cameraman sebagai liputan terutama dalam memilih angle yang baik “Baterai yang saya bawa hanya satu, jadi menjadikan keterbatasan sendiri dalam pengambilan video,” kisahnya. Pelajarannya jelas: siapkan logistik yang tepat sesuai porsi pekerjaannya.
Hal yang sama disampaikan Vivid an Prisca, yang terjun liputan baik saat ke Bandara Soetta maupun tampil di kuliner Laksa. “Kami tidak membawa tripod dan lupa mengecas baterai kamera sehingga sebelum meliput ptc kami mengecas dulu di lokasi,” kenangnya. Adapun di airport, mereka harus berjuang keras untuk menyelesaikan persoalan perizinan.
Demikian pula disampaikan Reza. Meski jadi anchor, ia juga turun ke lapangan untuk dua paket liputan. “Masalah ada pada pengaturan jadwal atau waktu untuk bisa memulai ngambil video tentang berita hardnews,” katanya.
Duetnya bersama Mahesa dibilang cool, meski Mahesa menyatakan, ia harus banyak belajar lagi dalam membaca berita di depan kamera.