Indonesia masih krisis pengusaha. Mereka yang tak melulu jadi orang gajian, tapi berpikir kreatif menciptakan lapangan kerja.
Kemarin saya ada di Makassar. Menjadi moderator acara ‘Kantor Staf Presiden Goes to School’ yang kali ini sudah masuk gelaran ketujuh. Lebih dari 500 mahasiswa di auditorium Universitas Hasanuddin antusias mengikuti ‘Enterpreneurs Wanted!’ menghadirkan Irvan Helmi, perintis Anomali Coffee serta Monica Oudang dari Go-Jek Indonesia.
“Kami ingin mendatangkan wirausahawan muda untuk berbagi pengalaman karena kewirausahaan itu harus dari “tahu” dulu, baru “mau” dan akhirnya “mampu”. Negara akan hadir di setiap tahap ini untuk membantu,” kata Deputi III Kepala Staf Kepresidanan Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis, Denni Puspa Purbasari. Saat memberikan sambutan pembukaan, Denni menegaskan, anak-anak muda Indonesia saat ini harus mengambil tongkat estafet dari generasi tua.
Anomali Coffee lahir sepuluh tahun silam berkat hasil kerja sama Irvan Helmi dan sahabatnya, Muhammad Abgari. Sampai saat ini, Anomali Coffee sudah memiliki 6 outlet yang tersebar di Jakarta dan Bali.
Irvan Helmi lahir 11 April 1982, lulusan dengan jurusan Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Sebagai lulusan Ilmu Komputer, Irvan sempat bekerja di Siemens Indonesia. Namun, kecintaannya pada kopi membuatnya rela meninggalkan kursi nyaman sebagai karyawan di perusahaan besar.
Setelah banyak belajar dan mendalami perihal kopi, pada tahun 2007 Irvan dan Agam membuka Anomali Coffee. Irvan melihat bahwa peluang usaha kopi di Indonesia dapat berkembang pesat. Dengan coffee shop-nya, Ia mempunyai misi untuk menyediakan kopi Indonesia dengan kualitas terbaik.
“Misi kami adalah menjadi kurator kopi Indonesia,” kata Irvan. “Dan kami berkomitmen hanya mengembangkan kopi Indonesia, karena potensinya sangat luar biasa,” lanjutnya. Irvan menambahkan, usahanya memiliki perpustakaan kopi dari seluruh tanah air, mulai dari Aceh hingga Papua.
Dalam memulai usaha, Irvan menyebut tiga kata kunci yakni creation, evolution, dan iteration. Dengan kata kunci tersebut, ia bersama partnernya membangun dan membesarkan bisnisnya dan mendalami passion-nya.
Saat memulai, Anomali juga mendapatkan pinjaman kursi dari teman dan saudara, dan hanya terdiri dari beberapa bangku saja. Saat ini, kursi di seluruh gerainya sudah mencapai lebih dari 550 buah. Anomali saat memiliki sepuluh gerai, dengan yang terbaru hadir di ‘Tanah Daeng’ tepatnya di Jl. Dr. Ratulangi No.102, Mario, Mariso, Kota Makassar.
Menjabat sebagai Chief Human Resource Officer Go-Jek, Monica Oudang bergelut dengan segala urusan perekrutan dan sumber daya manusia, dalam hal ini karyawan Go-Jek yang dijuluki Go-Troops dan para mitra Go-Jek atau driver.
Mengantongi gelar bisnis dan manajemen internasional dari Boston University, Amerika Serikat, Monica memulai kariernya di dunia perbankan. Berkat sentuhan Monica, Go-Jek memberikan peningkatan kesejahteraan bagi para mitranya.
Program akses asuransi dibuat sebagai bentuk dukungan Go-Jek untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia. Selain itu, ia berharap dengan adanya program asuransi ini, mitra bisa bekerja untuk keluarganya dengan lebih tenang dan nyaman serta lebih produktif.
Sebelumnya, Go-Jek juga meluncurkan program akses layanan perbankan berupa tabungan Haji, tabungan umroh dan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).
Hingga saat ini, Go-Jek telah hadir di 50 kota di Indonesia dengan 10 juta pengunduh aplikasi dan lebih dari 300 ribu mitra atau driver/pengojek. Go-Jek dengan berbagai fitur layanannya sudah lebih dari dua tahun ini –terhitung sejak Agustus 2015- mempermudah kehidupan warga Kota Makassar.
Cita-cita Go-jek dalam waktu dekat adalah membantu masyarakat untuk menjalani kehidupan tanpa batas. Apa maksudnya? “Go-jek ingin menawarkan kemungkinan-kemungkinan baru menjalani hidup secara lebih mudah melalui aplikasi dan mobile banking,” kata Monica.
Tantangan untuk mewujudkan itu ada empat yakni: bagaimana mengubah kebiasaan masyarakat; bagaimana merangkul bisnis-bisnis konvensional; bagaimana berkompetisi baik merangkul talent maupun dengan usaha sejenis; dan kemudian meningkatkan kapasitas bisnis.
Jumlah wirausahawan atau enterpreneurs di Indonesia memang masih sangat minim. Statistik menunjukkan, jumlah pengusaha di Indonesia sangat tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Persentase pengusaha dibandingkan jumlah penduduk Indonesia baru mencapai 3,1 persen jauh dibandingkan Singapura yang mencapai 7 persen dan Malaysia 5 persen.
Perlu upaya serius dan terencana untuk mendorong tumbuhnya minat kewirausahaan, terutama di kalangan anak-anak muda. Hadirnya pengusaha-pengusaha baru mendorong pertumbuhan ekonomi berkualitas, diiringi penciptaan lapangan pekerjaan baru.
Jadi, mau terus jadi orang gajian, atau pilih berwirausaha? Hidup tak tergantung bos, dan bahkan menciptakan lapangan kerja bagi orang lain?
Seperti ditayangkan di http://tz.ucweb.com/11_1xvmK