Kepergian Coutinho dan Status Liverpool sebagai SSB

Finally, Philippe Coutinho pergi juga dari Liverpool. Saga ini terasa amat panjang dan melelahkan. Dimulai sejak jelang Liga Inggris musim 2017/2018 bergulir. Para pencinta ‘The Reds’ tak hanya menunggu siapa saja pemain yang masuk selain Mohamed Salah dan kawan-kawan, tapi lebih berdebar menanti kepastian apakah pada deadline transfer 31 Agustus 2017, sang bintang Coutinho jadi dilepas atau tidak. Tujuan pastinya jelas: Barcelona. Harga dan waktu tepatnya hanya seolah menunggu kepastian saja.

Hingga musim baru dimulai dan jendela transfer musim panas ditutup, Coutinho tak ke mana-mana. Tawaran Barca 72 juta Euro ditolak oleh manajemen Liverpool. Tak hanya itu, bahkan saat Barca dua kali menaikkan biddingnya, tetap saja tak ada kata ‘yes’ dari kubu Anfield. Direktur Barca Albert Soler menuduh Liverpool minta angka terlalu tinggi, 183 juta Euro, yang tentu saja mendapat bantahan tegas.

Warganet meledek pria Brasil itu karena tak bermain dengan alasan cedera, tapi faktanya, segar bugar saat memperkuat timnas Selecao dalam laga Pra Piala Dunia melawan Ekuador dan Kolumbia di awal September lalu.

Pulang dari tugas negara, pemilik nomor 10 di Liverpool itu setidaknya bermain 15 menit pada 13 September 2017. Menjadi pengganti Emre Can di menit ke-75 saat Liverpool ditahan Sevilla 2-2 di Anfield, sekaligus membuyarkan harapan tim barunya memainkan Coutinho di Liga Champions musim ini. Aturan ‘cup tied’ -seorang pemain tidak dapat membela dua tim berbeda pada satu musim kompetisi- membuat Barcelona tak akan bisa menggunakan jasanya di pentas Eropa 2017/2018.

Sampai akhir tahun, total pemain berjuluk ‘tukang sihir’ ini main sebanyak 20 kali untuk Liverpool musim ini. Dari penampilan di Liga Inggris, Piala Liga dan Liga Champions, total 12 kali jala lawan bergetar karena sepakannya. Menjadikan total golnya menjadi 54 selama 202 kali bermain untuk Liverpool sejak 2012. Harus dicek lagi, apakah itu sudah termasuk sontekannya ke gawang Kurnia Meiga di Gelora Bung Karno, 20 Juli 2013.

Harian Kompas yang sampai ke tangan saya pagi ini menjelaskan alasan mengapa Barca ngotot mengambil Coutinho di bursa musim dingin, meski tahu tak akan memainkannya di laga internasional. Konon dibeli senilai 142 juta poundsterling atau Rp 2,5 triliun rupiah, Cou diharapkan segera menyerap ilmu dari Andres Iniesta, dirigen permainan Barca yang menginjak 34 tahun musim ini. Sebelum Iniesta pensiun, diharapkan Barca sudah memiliki penggantinya. Ini karena para kader yang didatangkan sebelum ini gagal menjalankan tugas alih pengetahuan dari ‘El Ilusionista’. Sebutlah nama Arda Turan, Andre Gomes dan Denis Suarez.

Akan halnya Liverpool, kepindahan Coutinho menjadikannya pemain ketiga Liverpool yang menyeberang ke Barca di saat masa emas karirnya. Pada 2010, Javier Mascherarano dibeli Barca dengan biaya transfer 20 juta euro. Sementara itu, usai Piala Dunia 2014, Luis Suarez yang sempat dikabarkan tidak betah berkarier di Inggris karena tekanan dari publik dan media Inggris kepadanya, merampungkan proses pindah ke Barcelona dengan bandrol 81,72 juta euro saat itu.

Hanya tiga pemain yang dibeli Barcelona sebenarnya tak cukup melabeli Liverpool sebagai SSB alias ‘Sekolah Sepakbola Barcelona’. Tapi, baik Masche, Suarez, dan Cou, meninggalkan ‘Si Merah’ saat karir mereka sedang cemerlang-cemerlangnya. Itulah yang membuat banyak penggemar Liverpool susah move-on.

Para penggemar Liverpool menyalahkan managamen Fenway Sports Group yang begitu mudah melepas bintangnya. Menganggap perusahaan investasi di bidang olahraga dari Boston, AS, ini tidak niat menjadikan Liverpool berpretasi, namun hanya peduli soal profit. Yang unik, ada juga kawan baik yang menyalahkan Walikota Liverpool, karena situasi kota yang ‘ndeso’ dan tak kunjung modern diyakini masuk akal jika para bintang kemudian ingin pindah ke kota nan lebih gemerlap. Bahkan, suasana kosmopolitan kita Liverpool kalah dibandingkan Manchester yang tak sampai sejam perjalanan.

Barcelona memang klub raksasa. Baik sebagai nama besar, keindahan kota, maupun duit berlimpah. Penggemar Liverpool tak usah minder dianggap sebagai SSB, karena faktanya Arsenal masih lebih layak disebut sebagai ‘Sekolah Sepakbola Barca’ atau feeder sejati pada klub berjuluk ‘Blaugrana’ itu.

Jumlah pemain yang dari ‘nothing’ kemudian jadi ‘something’ di Arsenal dan belakangan pindah ke Barca setelah ‘jadi’ jauh lebih banyak. Ada nama Emmanuel Petit dan Marc Overmars (2000/2001), Giovani van Bronckhorst (2003), Thierry Henry (2007), Alexander Hleb (2008), Alex Song (2012), Cesc Fabregas (2011), dan Thomas Vermaelen (2014).

Coutinho melengkapi daftar pemain dari Liga Inggris yang hijrah ke Spanyol, karena iming-iming duit dari Barcelona -sebagaimana juga Real Madrid- mampu menjadi daya tarik untuk memaksa mereka pindah.

Dan, fans Liverpool yang merasa terkhianati dengan kontrak baru Liverpool pun memplesetkan lirik lagu ‘Hati yang Terluka’-nya mendiang Broery Marantika…

“Cou yang telah membuat luka di hatiku

Cou yang telah membuat janji-janji palsu

Cou yang selama ini aku sayangi

Cou merubah cintaku jadi benci…”

Seperti ditayangkan di http://tz.ucweb.com/1_2V5IS

Leave a Reply

Your email address will not be published.