Mengeksplorasi Jakarta dengan bumbu beberapa drama. Sayang kok tak ada segmentasinya?
Andreas Fan Cristian, Prisca Ananda, Vivi Shilvia, Reynaldo Casenda, Reza Saraswati, Daniel Glen, Mahesa Karunia, Rahmi Utami, dan Glen William bersembilan mengerjakan tugas akhir mata kuliah Produksi Televisi Universitas Multimedia Nusantara tahun ajar 2017/2018.
Mereka mengeksplorasi Kota Tua Jakarta Barat dan sekitarnya dengan menarik. Bumper pengantar pun dibuat oke. Duo host –Tami dan Reza- juga tampak kompak penuh semangat dengan bumbu-bumbu bertemu Glen dan Andre sebagai ‘cameo’ ketemu tak sengaja. Meski sempat ada pertanyaan sih, dengan stok anggota tim sebanyak itu, mengapa tak memasangkan cowok dan cewek saja sebagai pembawa acaranya?
Chargen atau CG sebagai pengantar tayangan sangat minim. Padahal seharusnya bisa menjelaskan mengenai harga tiket, nama lokasi, dan lain-lain. Musik pengiring sih ok. Tapi, persoalan mendasar, mengapa tak ada pemotongan segmen dalam tayangan sepanjang 28 menit itu. Seharusnya ada jeda dua kali commercial break, sekaligus menjaga alur cerita tetap terjaga dalam segmen-segmen selanjutnya.
Sequence Kota Tua lumayan, sayang visual kurang fokus dan audio noisy. Untuk fokus harusnya dicek dulu sebelum take gambar, tapi ini bisa jadi dari kameranya karena agak ‘grainy’. Begitupun ketika presenter berinteraksi dengan pengamen nyaris audio kecil banget. Durasi juga terlalu lama, harusnya bisa diedit lagi.
Selanjutnya masuk ke dalam museum. Sayang, di menit-menit awal hanya lagu, tak ada narrator maupun pembawa acara bicara. Audio juga kecil sekali. Sequence pengunjung ada, namun tidak detail untuk yang ada di dalam museumnya. Idenya bagus di mana kedua presenter terpisah, tapi dalam situasi seperti ini, harusnya ada opening sedang mencari satu sama lainnya.
Selanjutnya, bertemulah Tami dan Reza di tempat makan kerak telor. Sangat disayangkan, detail makanan tidak ada, apalagi bisa dilihat si penjual malah tidak ada sama sekali wajahnya. Perhatikan juga pemilihan lokasi untuk demi estetika layar. Ada plastik (kresek) sampah di sampingnya Reza, sangat tidak elok untuk layar di bagian ini.
Dilanjut dengan sesi minuman khas Betawi, ‘Selendang Mayang’. Harap diperhatikan bagaimana komposisi gambar, apalagi melibatkan tiga orang presenter. Juga saat closing kamera ngebuang ke atas sambil pan (menit 19:22), harusnya gambar diarahkan ke ‘Selendang Mayang’.
Pada perjalanan dilanjutkan ke warung makan indomie, gambar agak gelap pada duo host ini, namun detail mie instantnya lumayan. Catatan lain, audio juga masih kecil.
Secara keseluruhan, karya kelompok ini idenya sangat bagus, namun beberapa ‘shot’ memang kurang bunyi. Masukannya adalah bisa dimulai dengan pengambilan visual long, medium, close up dan detail. Usahakan agar setiap visual bercerita.
Sementara untuk kekurangan masalah audio, kalau bisa pada suasana syuting outdoor begini, gunakan ‘boom mic’, karena jika hanya mengandalkan internal kamera tentu hasilnya tidak maksimal saat masuk proses editing.
Testimoni peliputan
Andreas fan, master editor, berbicara perlunya persiapan perizinan pada saat liputan. “Saya dan Reza sempat dipanggil oleh salah satu anggota keamanan Museum Fatahilah karena kurangnya izin dalam pembuatan video. Untungnya akhirnya izin bisa keluar,” paparnya.
Duo host Reza dan Tami pun menuturkan kenangannya. Reza mengungkapkan, ia mendapatkan pelanjaran baru dalam mengerjakan tugas UAS sebagai host program. “Beruntung, saya tidak sendirian menjadi host karena partner host Rahmi Utami Putri asyik dalam bekerjasama membuat acara ini agar tidak membosankan orang-orang yang menontonnya,” kata Reza.
Tami pun demikian. Ia merasa, project ini merupakan hal terseru di antara tugas-tugas lain. “Karena saya baru merasakan bekerja sama dengan delapan orang dan saya menjadi hostnya. Tidak mudah karena saya harus bisa membawa suasana, harus bisa menjaga mood walaupun udah capek atau ada aja yang bikin bete, ya itu harus bisa diminimalisir karena saya harus terlihat ceria,” paparnya.
Adapun Prisca mengungkapkan kendala saat hujan saat take syuting. “Untungnya tak terlalu mengganggu proses pengambilan gambar secara keseluruhan,” katanya.
Campers Mahesa menekankan pentingnya ketelitian dalam bekerja. “Kesabaran dan ketelitian sangat penting untuk menjalankan tugas sebagai pemegang kamera. Karena dalam produksi acara TV yang tidak live banyak terjadi kesalahan,” terangnya. Pelajaran yang paling penting yang didapat yakni pentingnya persiapan yang sangat matang sebelum shooting. Mulai dari awal perencanaan produksi, apa saja peralatan yang dibutuhkan selama shooting, persiapan hal-hal yang untuk kejadian yang tidak terduga di tempat, dll.