Beberapa lokasi ditunjukkan dalam program ‘Balik Kampung’. Ada Pangkal Pinang, Jakarta, Malaysia, sampai Arab Saudi. Jadi terkesan kurang fokus.
Yulita Tirtokentjono, Vanni Rahmi, Denisa Eka, Bagas Indra Banyu Perwita dan Khenny Gracia mengerjakan tugas akhir mata kuliah ‘TV Program Production’ Universitas Multimedia Nusantara 2017/2018 dengan penuh semangat. Beberapa spot ditampilkan baik dari dalam negeri –Bangka dan Jakarta- maupun gambar-gambar sekilas di mancanegara.
Sayang, jadinya kurang fokus. Selain waktu (durasi yang terlalu panjang), juga perhatian pemirsa jadi terus terbelah dan pesan yang disampaikan amat minim. Soal keterbatasan bisa dimaklumi sih, karena beberapa di antara mereka tampaknya bekerja sendiri saat liburan di kampung atau luar negeri.
Tayangan program ini dibuka dengan visual dengan musik yang penuh semangat, namun sayang ketika masuk segmen awal, Khenny langsung berada di dalam mobil. Di satu sisi bisa kita maklumi karena posisi hujan. Harusnya di balik saja, travel shot dulu menuju jembatan emas, lalu presenter masuk. Jadi secara visual langsung menggambarkan suasana pulang kampung.
Visual establish jembatan sudah ada, meski tidak detail. Namun, ada beberapa shot yabg tidak jelas tujuan pemgambilan gambarnya. Misal shot reporter jalan yang tiba-tiba panning ke kanan, shot lampu lalu lintas harusnya di steal saja dan bisa dicut saat editing.
Travel shot di perjalanan Jembatan Emas ini bagus, namun sayang tiba-tiba Khenny sudah berada di dalam rumah. Kesannya tidak nyambung. Harusnya kan ada shot turun mobil atau masuk rumah.
Oke, perjalanan dilanjutkan keesokan harinya. Lagi-lagi sayang, tak ada opening saat mau makan mie kering itu. Establish shot lokasi restoran juga tak ada, meski detail makanan sih lumayan jelas.
Di segmen kedua, setelah commercial break, masuk ke pusat perbelanjaan oleh-oleh. Catatan penting, audio musik latar (perhatikan menit 12.40 an) begitu besar, melebihi suara Khenny sebagai pembawa cerita. Tenggelam deh.
Lanjut ke segmen pulang kampung di Galeri Nasional bersama Vani dan Yulita. Secara visual oke ada adegan berjalan sambil menggambarkan isi Galeri Nasional. Susah loh, bikin shot sambil berjalan itu, sayang tidak ada sequence yang menggambarkan secara detail, jadi seperti guide yang menceritakan Galnas.
Museum kebangkitan nasional kedua presenter menjelaskan harga tiket masuk dan apa saja bagus untuk informasi, namun ketika masuk editing di awal cukup bikin pusing untuk yang menonton karena tidak jelas maksudnya dari visual itu. Editing dengan potongan visual di tengah layar terkesan tumpang tindih antar visual
Ada wawancara namanya Ryan pada CG tapi tidak disebutkan siapakah dia. Lebih bagus sih tidak berdiri sendiri untuk wawancaranya, karena tidak ada visual penghubung, hanya grafis pertanyaan saja. O ya, produser dan reporter adalah ‘director’ bagi narasumber. Atas nama estetika dan keindahan visual, pihak pewawancara berhak meminta narasumber melepas kacamata hitamnya.
Mungkin karena secara konsep pulang kampung ini adalah vlog, tidak terlalu diperhatikan sequence, shot detail dan lainnya. Vlog ini bisa menjadi menarik dengan gambar-gambar pendukung yang keren detail. Jangan lupa peralatan pendukung lainnya, mungkin bisa pinjem steady cam. Tak perlu mahal, yang penting bisa mengurangi shacking pada visual. Jangan lupa sequence visual diperbanyak karena gambar itu harus bercerita, content dan visual harus bunyi
Satu lagi, jangan pernah lupakan establish shot (gambar lebar sebuah gedung dari depan) untuk menggambarkan kita ada suatu lokasi atau tempat.
Catatan Proses Pengerjaan
Mereka berlima, Vanni, Yulita, Denisa, Bagas, dan Khenny sama-sama menjadi host, camera person, dan tim riset karena peliputan berbentuk vlog yang dilakukan di empat lokasi berbeda. Namun untuk video keseluruhan diedit oleh Bagas sebagai editor.
Vanni bercerita, karena saat liburan Natal dan Tahun Baru ada yang pulang kampung, ada yang berpergian, dan ada yang di Jakarta saja, akhirnya tim memutuskan untuk membuat vlog yang bertema ‘Balik Kampung’, sekaligus jadi nama program. Program jalan-jalan ini bertema vlog, sehingga tidak ada jobdesk khusus untuk setiap orangnya. Vani juga gembira dengan pengerjaan project ini karena belum pernah ke Museum Kebangkitan Nasional. Ia berujar, “Pertama kali ke sana , and it was really fun!”
Adapun Yulita mengungkapkan, keputusan memilih museum karena tempat ini sudah mulai jarang dikunjungi dan ingin mereka ‘perkenalkan’ lagi kepada pemirsa. “Kendala di Galeri Nasional Indonesia adalah para pengunjungnya yang malu-malu untuk dimintai pendapat,” katanya.
Bagas yang mengambil footage di Madinah dan Mekah menyatakan senang dengan tugasnya tiga hari di Arab Saudi di ujung tahun itu. Sayang memang, wajahnya tak muncul di antara footage Arab Saudi. “Hari ketiga, masalah terjadi. Kondisi fisik menurun karena banyak gambar saya ambil malam hari,” ungkapnya.
Sang presenter Bangka, Khenny bercerita, video UAS kali ini dikerjakan secra terpisah karena masing-masing ada yang pergi ke luar kota. Problem baru terasa lagi-lagi pada pengeditan video yang harus memakan waktu cukup lama. “Kami sempat khawatir tugas ini ini tidak akan selesai tepat waktu, karena saya sendiri memberikan video dua hari sebelum pengumpulan. Beruntungnya kami, video selesai pada hari pengumpulan video,” kisahnya.
Denisa menyumbang gambar dari i Malaysia karena tengah berlibur di Malaca, Pulau Langkawi, dan Kuala Lumpur. Sayang, sumbangsihnya hanya jadi pendek dan tanpa on-cam. Ia mengaku, waktunya amat terbatas. “Itulah resiko pergi dengan jasa agen perjalanan, harus segera berpindah-pindah tempat,” ungkapnya.
Juga karena ia liputan sendirian dan merasa tidak ada orang yang memahami pengambilan video yang baik di tempa-tempat itu. “Namun hal itu dapat teratasi saat saya tetap berusaha melakukan yang terbaik, sehingga segala kendala dapat dianggap sebagai batu loncatan untuk menyelesaikan tugas ini,” katanya.