Ini foto-foto lawas. Pernah mencicipi Metro -sebutan kereta bawah tanah- di Amsterdam, Paris, Washington DC, Moskow dan Saint Petersburg. Juga MRT di Singapura. Juga LRT di Kuala Lumpur dan Bangkok.
Tapi, sensasinya luar biasa berbeda. Amat bangga ketika Mass Rapid Transit alias Moda Raya Terpadu itu hadir di negeri sendiri. Perjalanan panjang Jakarta punya MRT dimulai sejak studi dan rintisan pada 1981 yang dengan bantuan JICA dari Jepang melalui project ‘Jakarta Metropolitan Area Transportation’.
Perda pembentukan PT MRT pun ditetapkan 27 tahun kemudian, pada 17 Juni 2008. Butuh kemauan politik untuk membuat MRT tidak lagi mimpi abadi dan tiang-tiangnya tak jadi monumen tak bersejarah. Sejarah itu tiba, 24 Maret 2019, MRT mulai melata di Ibu Kota. Tahap pertama sepanjang 16 kilometer dari Bundaran HI ke Lebak Bulus. Berikutnya, disiapkan koridor utara sampai Kampung Bandan, serta koridor Timur-Barat dari Cikarang hingga Balaraja.
Stasiun MRT tampak gagah dengan hak jual yang diberikan secara komersial. Ada Stasiun ‘Istora Mandiri’ dan ‘Lebak Bulus Grab’. Gak kalah lah dengan stasiun LRT ‘Bukit Bintang Air Asia’ di Kuala Lumpur.
MRT Jakarta menjadi istimewa, karena di sini ada perpaduan MRT alias kereta bawah tanah layaknya Metro di negara-negara maju dari Senayan ke Bundaran HI dan juga LRT alias kereta layang seperti ada di KL dan Bangkok.
Dan lihatlah, hamparan tanah hijau di Lapangan Al Azhar yang sebenarnya biasa kita lihat itu, kala dipandang dari dalam MRT jadi layaknya rerumputan di dekat Bandara Changi, Singapura. Begitupula bangunan-bangunan klasik di area Kebayoran Baru Blok M – Cipete, tampak layaknya pemukiman negara maju Eropa. Itu karena kita memandangnya dari sebuah peradaban baru.
Selamat datang, Indonesia maju.
Mau, Indonesia terus maju? Mau????