ITULAH ungkapan rasa terima kasih dalam bahasa Sunda. Yang artinya kurang lebih mengucapkan terima kasih kepada pelatih Persebaya Djajang Nurjaman.
Kawan saya itu benar. Sebelum Liga 1 bergulir, ia membeberkan semacam prediksi bursa pelatih yang dipecat pada gelaran kompetisi kasta tertinggi sepakbola Indonesia.
Luciano Leandro. Benar. Didepak dari Persipura setelah lima match pertama gagal menang.
Sebelumnya, Ivan Kolev juga benar ditebaknya akan jatuh dari singgasana sang juara bertahan, Persija.
Demikian pula Jan Saragih dari Badak FC Lampung. Pun sosok muda mantan asisten pelatih ‘Macan Kemayoran’ ini juga dibilangnya akan terlempar di tengah jalan.
Ia tak memperkirakan nama Aji Santoso bakal terpecat dari Persela Lamongan dan juga Jacksen Tiago akan tersingkir dari Barito Putera Banjarmasin.
Tapi, Djajang Nurdjaman, ada dalam bola kristalnya. Djanur, demikian pesepakbola legendaris asal Majalengka ini disapa, diramalnya akan dipecat Persebaya Surabaya.
Djanur sukses membawa Persebaya dalam serangkaian kemenangan beruntun di akhir musim lalu. Membawa Persebaya menjadi spesialis tim penjegal calon juara hingga tiga poin demi tiga poin masuk rekening.
Berakhir di peringkat kelima dari 18 peserta dalam debut kembali ke kompetisi top flight setelah delapan tahun menepi dari sepakbola nasional tentu bukan prestasi buruk.
Tapi, sepakbola itu kejam, kang! Seri 2-2 melawan Madura United di kandang pada akhir pekan lalu menjadi perpisahan pahit baginya. Ekspresinya bangkit dari tempat duduk lalu berdiri, mengepal kedua tangan dan melayangkan tangan kanan bak petinju melayangkan upper-cut usai gol penalti Irfan Jaya ternyata tak menyelamatkan nasib pelatih yang pernah berguru hingga ke Italia ini. Your time is over, kang!
Djajang Nurjaman adalah pahlawan bagi Persib Bandung. Gol tunggalnya di menit ke-77 pada final Divisi Utama Perserikatan 1986 di Stadion Utama Senayan membuat bond Bandung itu menaklukkan Perseman Manokwari. Usai pertandingan, Djanur dielu-elukan puluhan ribu bobotoh, kelompok suporter Persib Bandung.
Empat tahun kemudian, musim 1989/1990, Persib kembali jadi juara Perserikatan. Sebuah umpan silang Djanur, saat itu umurnya 31 tahun, menjadi assist bagi gol kedua Persib yang dicetak Dede Rosadi. Persib menjadi juara setelah mengalahkan Persebaya 2-0.
Sahabat saya, pengamat statistik sepakbola penggila Persebaya, Dhion Prasetya menyodorkan fakta ini. Selama dua musim kompetisi Liga 2018-2019 (masing-masing tidak dijalani dengan utuh, baik dari awal maupun hingga akhir).
Djanur mencatat 27 Main, 13 menang, enam seri, delapan kalah dengan memasukkan 49 gol dan 34 kali kebobolan. Tak ada gelar, kecuali finalis Piala Presiden dan delapan besar Piala Indonesia.
Di Piala Presiden, hasil runner-up diraih setelah mengakui keunggulan Arema FC di final kedua. Total Persebaya delapan kali main, dengan lima menang, dua seri dan satu kalah, total gol 15-11 di turnamen ini.
Adapun di Piala Indonesia, Djanur membawa Miswar Saputra dkk enam kali main, dengan empat menang, sekali seri dan sekali kalah, total gol 25-6 di turnamen ini.
Hampir setahun Djanur mencari penghidupannya di Kota Pahlawan. “Tepatnya 355 hari,” kata Dhion. Diawali dari 11 September 2018 dan berakhir pada 10 Agustus 2019.
‘Beti’ alias beda tipis dengan Alfredo Vera, pria Argentina yang digantikannya. Vera membesut Persebaya 390 hari dari 6 Juli 2017 hingga 31 Juli 2018.
Djanur sudah pergi. Siapa penggantinya masih misteri. Kalau pelatih nasional, harapannya ada pada mereka yang berjiwa ‘Suroboyo’. Baik memang asli ‘Arek’ ataupun memang pernah membela tim hijau-hijau. Tapi stoknya ya itu-itu saja.
Kalau Bejo Sugiantoro dianggap belum layak, tinggal lah nama Jaya Hartono, Freddy Muli, Aji Santoso, Subangkit, Bonggo Pribadi, atau siapa lagi?
Kalau pun pelatih asing, dia harus benar-benar berkualitas dan bukan buangan. Jacksen sudah kembali ke Papua. Tentu, maunya bukan pelatih impor yang kaleng-kaleng.
Djanur sudah pergi. Kalau Vera pergi dengan nasib serupa-gagal mempertahankan tren kemenangan-tapi mendapat simpati dan ucapan terimakasih dari para pemain, apalagi yang tak layak bagi Djanur?
Djanur sudah pergi. Ia tetap layak dihormati. Setidaknya, dengan kemenangan di kandang Arema, 15 Agustus nanti, dan pemain plus Bonek berpesta, sebagai perpisahan nan agung bagi Sang Akang.
Hatur Nuhun, Kang Djanur!
*Jojo Raharjo, pendukung Persebaya, menyambung hidup di Jakarta. Sehari-hari sebagai Tenaga Ahli Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden dan Kepala Divisi Kemitraan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI). Tulisan ini adalah pendapat pribadi.
- Seperti ditayangkan di Jatimnet.com dalam tautan https://jatimnet.com/hatur-nuhun-kang-djanur