Hari-hari ini saya ada di Tanah Papua. Menulis profil bandara-bandara kecil di pulau nan indah, surga kecil yang jatuh ke bumi. Sejak kemarin terus terbang. Dari Sentani ke Tanah Merah. Dari Tanah Merah ke Oksibil, Pegunungan Bintang lalu balik lagi ke Boven Digoel. Dari situ, beberapa menit mendarat, diminta terbang lagi ke Kepi di Kabupaten Mappi. Petang hari sudah kembali mendarat di Tanah Merah. Selanjutnya masih ada jadwal ke Korowai Batu, Sentani lagi, Wamena, mungkin Yahukimo, Timika, baru kembali ke Jakarta.
Kadang penerbangan berjalan mulus, tapi kadang juga begitu mendarat, saya terduduk sambil memegang perut. Nyaris ‘jackpot’ alias muntah, karena pesawat sempat menabrak awan.
“Ah, tahu gitu tadi saya minta pilotnya menghindari awan. Biar Pak Jojo tidak mual. Tadi dihajar saja sih,” kata Agus Hadi, Kepala Bandara Oksibil yang menemani terbang dari ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang itu menuju Tanah Merah, ibu kota Kabupaten Boven Digoel.
Syukurlah, di antara jadwal ulang-alik itu, Selasa, 19 November masih bisa nonton timnas Indonesia yang kembali bertarung dalam lanjutan Pra Piala Dunia 2022. Nyaris tak ada harapan lolos ke Qatar memang. Tapi ini adalah timnas. Kalau Liverpool saja wajib ditonton, masak tim Merah Putih dilewatkan?
Sebuah hal langka. Nonton siaran langsung timnas di Papua. Lebih istimewa lagi, tim Garuda kembali dikapteni Orang Asli Papua. Namanya Rudolof Yanto Basna, pria 24 tahun asal Sorong yang sudah dua tahun ini mencari rezeki di Thai League 1.
Jam dinding Waktu Indonesia Timur hampir menunjukkan pukul sepuluh malam saat wasit Alireza Faghani meniupkan peluit sepak mula tanda dimulainya pertandingan di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur.
Alireza pernah tiga kali jadi wasit terbaik Iran, dua kali menyabet penghargaan wasit terbaik Asia 2016 dan 2018, menjadi pengadil enam partai di Liga 1 2017 serta empat kali memimpin Piala Dunia 2018 di Rusia.
Kedai ‘Kopi Toki’, tempat nongkrong anak milenial Tanah Merah, jadi locus nobar pertandingan ini. Hasilnya, sudah sama-sama kita tahu. Indonesia menyerah 0-2, dengan tambahan cerita satu eksekusi penalti gagal dilesakkan oleh Ikpefua Osas Marvelous Saha, penyerang naturalisasi asal Nigeria yang memperkuat panji klub PS Tira Persikabo.
Sebelum pertandingan, Yeyen Tumena, mantan pemain Persebaya yang kini didapuk jadi pelatih timnas karena Simon McMenemy ogah memimpin tim, menyatakan bahwa pasukan Merah Putih akan bermain dengan menyenangkan.
“Silakan nikmati pertandingan seperti nonton film, kami akan memberikan permainan terbaik,” kata Yeyen.
Ya benar, Yen. Tim kita benar-benar menyuguhkan trailer film. Sayang, bukan film action yang ‘lakon menang keri’, tapi film drama sedih nan menghabiskan tisu dan obat tetes mata karena terlalu banyak menangis.
Setelah serangkaian peluang Greg Nwokolo, Febri Hariyadi dan Septian David Maulana gagal dikonversi jadi gol, kesalahan di lini belakang harus dibayar mahal. Sang kapten Yanto Basna bak pilot yang menabrak awan.
Bedanya, penerbangan saya masih aman, selamat, meski badan pesawat terguncang dan membuat penumpang mengelus perutnya. Sementara itu, ‘penerbangan’ timnas yang dikemudikan Yanto gagal safety landing. Pulang ke Indonesia masih dengan posisi belum pecah telur di Grup G Pra Piala Dunia 2022. Nilai nol alias lima kali keok dari lima kali main.
“Ya, kami kalah karena kesalahan-kesalahan sendiri. Selamat untuk Malaysia yang bermain lebih simple,” kata Yeyen dalam wawancara resmi usai pertandingan.
Adapun Mola TV menghadirkan duo legenda timnas sebagai host dan komentator pertandingan: Ponaryo Astaman dan Firman Utina.
“Gol yang terjadi, terutama gol kedua, sama persis dengan salah satu gol Malaysia di Final Piala AFF 2010,” kenang Firman, anggota timnas AFF 2010 yang mengalami kekalahan menyesakkan 0-3 pada final leg pertama di Bukit Jalil.
Pria 37 tahun asal Sulawesi Utara itu menyamakan kesalahan Yanto, yang dengan mudah dilewati Safawi Rasid pada gol pamungkas di menit ke-73, bak Maman Abdurachman dan Muhammad Nasuha dikecoh oleh Mohd Safee bin Mohammad Sali. Sembilan tahun silam di lapangan yang sama.
Ketua Umum PSSI baru sudah terpilih. Bahkan Jenderal Mochamad Iriawan pun terbang ke Kuala Lumpur untuk langsung memberi suntikan moril timnas senior yang sebenarnya tak ada harapan bernafas lebih panjang lagi di ajang ini.
Kiper pun sudah dua kali diganti. Dari Andritany Ardhyasa ke Wawan Hendrawan dan kini Muhammad Ridho Djazulie. Ban kapten juga sudah digeser dari Andritany ke Hansamu Yama Pranata dan sekarang dipegang Yanto Basna. Tapi, timnas senior kita belum menemukan tuahnya.
Pesawat berlogo Garuda terbang kembali ke Jakarta. Langkah penyelamatan harus segera dilakukan agar harga diri bangsa kembali terkerek. Jangan sampai penerbangan berikutnya menuju Sea Games Manila kembali menabrak awan.
“May Day, May Day… Evacuate, evacuate… ayo selamatkan timnas Indonesia!”
Salam dari Tanah Merah, Boven Digoel, tempat para pejuang seperti Hatta, Syahrir, Sayuti Melik dll pernah dipenjara demi kemerdekaan negara kita.
*Jojo Raharjo, penggemar sepakbola. Arek Suroboyo, tinggal di Ciledug, Tangerang
seperti ditayangkan di https://jatimnet.com/kala-penerbangan-kapten-yanto-basna-menabrak-awan